Dilema Publisitas Advokat: Kajian Atas Larangan Promosi Di Media Sosial Berdasarkan Kode Etik Advokat Indonesia
Main Article Content
Abstract
Kode Etik Advokat Indonesia (“KEAI”) mengatur perilaku advokat dalam menjalankan profesinya, termasuk dalam Pasal 8 huruf(b) dan Pasal 8 huruf (f). Ketentuan yang ada pada pasal tersebut melarang advokat untuk menarik perhatian masyarakat secara berlebihan melalui papan nama. Isi dari pasal tersebut menimbulkan ambiguitas dan multitafsir karena tidak adanya definisi yang jelas dan ketentuan sejauh mana hal itu dilarang, tidak adanya batasan terkait sejauh mana “menarik perhatian” dan mengenai “publisitas” seorang advokat. Di era digitalisasi, promosi tidak lagi terbatas pada papan nama tetapi juga mencakup platform media sosial seperti Instagram, TikTok dan YouTube. Penelitian ini menggunakan metode dengan pendekatan empiris dan normatif, melalui wawancara dan analisis data untuk mengeksplorasi batasan etis dalam pemasangan iklan dan publisitas oleh advokat. Hasil dari penelitian ini adalah advokat diperbolehkan menggunakan media sosial untuk memperkenalkan diri atau kantor hukumnya, selama aktivitas tersebut bersifat informatif dan tidak melanggar ketentuan yang ada pada KEAI. Publisitas yang bertujuan edukasi hukum kepada masyarakat juga diperbolehkan, asalkan tetap menjaga kerahasiaan klien dan tidak mengandung unsur komersial. Namun demikian, ambiguitas dalam Pasal 8 huruf (b) dan Pasal 8 (f) KEAI terkait larangan “menarik perhatian” dan “publisitas” perlu diperjelas untuk menghindari multitafsir dan memberikan pedoman yang lebih tegas bagi advokat dalam menjaga kehormatan profesi.
Downloads
Article Details

This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License.