https://journal.forikami.com/index.php/praxis/issue/feed Praxis: Jurnal Filsafat Terapan 2025-06-29T15:56:41+07:00 Forikami tanya@forikami.com Open Journal Systems <p><strong style="font-size: 0.875rem;">***</strong></p> <div align="justify"> <p><strong><a href="https://journal.forikami.com/index.php/praxis/" target="_blank" rel="noopener">Praxis: Jurnal Filsafat Terapan</a></strong> adalah publikasi kajian Filsafat dalam konteks terapan yang didedikasikan untuk mengkaji seluruh aspek tentang Filsafat dan Penerapan Filsafat<em>, </em>terlebih di Negara Indonesia. Perhatian khusus bagi karya-karya yang mengkaji dari sisi historis, geografis, ilmu politik, ekonomi, antropologis, sosiologis, hukum, literatur, agama, kearifan lokal, hubungan international, lingkungan dan isu-isu berkembang lainnya selama dalam ruang lingkup penelitian ilmiah dan untuk kepentingan masyarakat. <strong><a href="https://journal.forikami.com/index.php/praxis/" target="_blank" rel="noopener">Praxis: Jurnal Filsafat Terapan</a> </strong>ingin menempatkan penerapan Filsafat kepada Masyarakat sebagai fokus dalam pendekatan akademik dan sebagai pertimbangan komprehensif dari berbagai aspek.</p> <p><strong>***</strong></p> <p><strong><a href="https://journal.forikami.com/index.php/praxis/" target="_blank" rel="noopener">Praxis: Jurnal Filsafat Terapan</a></strong> mengundang akademisi, praktisi, mahasiswa dan representatif komunitas untuk menerbitkan artikel ilmiah hasil penelitian atau <em>book reviews </em>dalam bahasa Indonesia atau bahasa Inggris sebanyak dua periode setiap tahunnya dengan total publikasi sebesar 10 artikel ilmiah per periode yang telah melalui proses <em>double-blind review </em>oleh para akademisi dan ahli di masing-masing bidangnya.</p> <p> </p> <p><a href="https://journal.forikami.com/index.php/praxis/about/submissions" target="_blank" rel="noopener"><img src="https://journal.forikami.com/public/site/images/superadmin/pngwing.com-3.png" alt="" width="230" height="75" /></a> <a href="https://wa.me/62895323315225?text=Halo%20Saya%2C%20ingin%20tanya" target="_blank" rel="noopener"><img src="https://journal.forikami.com/public/site/images/superadmin/pngwing.com-4.png" alt="" width="75" height="75" /></a></p> <p> </p> </div> https://journal.forikami.com/index.php/praxis/article/view/941 Studi Filsafat Dalam Gerakan Hukum Kritis : Analisis Filsafat Hukum Kritis Roberto Unger Dalam Konteks Amerika 2025-06-26T07:23:17+07:00 Abyan Zhorif penulis@gmail.com M Raihan Syachputa raihanyachputra11@gmail.com Varel Varandi penulis@gmail.com Ahmad Halimi penulis@gmail.com Mohammad Alvi Pratama penulis@gmail.com <p>Gerakan Critical Legal Studies (CLS) muncul pada akhir 1970-an sebagai reaksi terhadap dominasi positivisme hukum yang memisahkan hukum dari dimensi sosial, politik, dan ekonomi. CLS mengkritik pandangan bahwa hukum bersifat netral dan objektif, dengan menunjukkan bahwa hukum sebenarnya merupakan konstruksi sosial yang dipengaruhi oleh kekuasaan dan kepentingan tertentu. Tokoh utama seperti Roberto Unger memperkenalkan konsep “hukum sebagai imajinasi institusional” dan “proyek emansipatoris” yang menekankan transformasi hukum melalui partisipasi masyarakat dan kreativitas politik. Pemikiran ini menolak pemisahan antara teori dan praktik hukum serta antara fakta dan nilai, yang menjadi ciri khas pendekatan liberal. CLS juga menyoroti bagaimana hukum dipengaruhi oleh relasi kekuasaan (power) dan pasar (ekonomi), sehingga seringkali tidak berpihak pada keadilan substantif. Dalam konteks pendidikan hukum, CLS mengusulkan pembelajaran yang kritis dan reflektif untuk membentuk yuris yang visioner dan bertanggung jawab secara sosial. Filsafat hukum kritis dalam kerangka CLS berperan penting untuk menilai dan merekonstruksi hukum agar lebih adil dan relevan terhadap perubahan sosial kontemporer, serta menjadi alat perjuangan melawan ketimpangan struktural dalam masyarakat.</p> 2025-06-28T00:00:00+07:00 Copyright (c) 2024 Praxis: Jurnal Filsafat Terapan https://journal.forikami.com/index.php/praxis/article/view/933 Analisis Gender Dalam Struktur Hukum Dari Perspektif Teori Mary Wollstonecraft 2025-06-24T23:10:04+07:00 Irda Tri Fauziah penulis@gmail.com Sri Wulan Dewi penulis@gmail.com Raisa Aulia Adhani raisaulia24@gmail.com Fadiya Mahadika penulis@gmail.com Mohammad Alvi Pratama penulis@gmail.com <p>Artikel ini bertujuan untuk menganalisis peran gender dalam struktur hukum melalui lensa teori feminisme Mary Wollstonecraft, salah satu tokoh utama dalam pemikiran feminis modern. Wollstonecraft dalam karyanya menekankan pentingnya pendidikan dan hak-hak perempuan sebagai dasar untuk mencapai kesetaraan gender dalam masyarakat. Melalui pendekatan hukum kritis, artikel ini mengkaji bagaimana sistem hukum yang ada seringkali mempertahankan ketidaksetaraan gender, baik secara eksplisit maupun implisit, dan bagaimana teori Wollstonecraft dapat menawarkan perspektif baru untuk memperbaiki ketidakadilan tersebut. Analisis ini mengungkapkan keterkaitan antara hukum, kekuasaan, dan norma sosial yang membentuk struktur hukum yang patriarkal. Dengan mengintegrasikan teori feminis Wollstonecraft, artikel ini berupaya menunjukkan perlunya reformasi dalam sistem hukum untuk menciptakan keadilan yang lebih setara bagi semua gender.</p> 2025-06-24T00:00:00+07:00 Copyright (c) 2024 Praxis: Jurnal Filsafat Terapan https://journal.forikami.com/index.php/praxis/article/view/973 Pengaruh Prinsip Utilitarian Dalam Problematika Eksekusi Putusan Pidana di Indonesia 2025-06-29T15:28:56+07:00 Reyhan Lewin tanultanul10@gmail.com Ankareda Taufana penulis@gmail.com M. Nur Hitanul T penulis@gmail.com Mohammad Yusuf Al-Aziz penulis@gmail.com <p><em>Utilitarianism</em><em>&nbsp;</em><em>is</em><em>&nbsp;</em><em>an</em><em>&nbsp;</em><em>ethical</em><em>&nbsp;</em><em>theory</em><em>&nbsp;</em><em>that</em><em>&nbsp;</em><em>emphasizes</em><em>&nbsp;</em><em>that</em><em>&nbsp;</em><em>the </em><em>truth of an action can be judged by its consequences. This utilitarian principle has an influence on decision-making by judges,</em><em>&nbsp;</em><em>as</em><em>&nbsp;</em><em>the</em><em>&nbsp;</em><em>hand</em><em>&nbsp;</em><em>of</em><em>&nbsp;</em><em>God</em><em>&nbsp;</em><em>in</em><em>&nbsp;</em><em>the</em><em>&nbsp;</em><em>world.</em><em>&nbsp;</em><em>The</em><em>&nbsp;</em><em>utilitarian</em><em>&nbsp;</em><em>principle can be measured by a calculation method called "Hedonistic Calculus"</em><em>&nbsp;</em><em>presented</em><em>&nbsp;</em><em>by</em><em>&nbsp;</em><em>Jeremy</em><em>&nbsp;</em><em>Bentham.</em><em>&nbsp;</em><em>However,</em><em>&nbsp;</em><em>in</em><em>&nbsp;</em><em>practice, the utilitarian principle is very susceptible to producing decisions</em><em>&nbsp;</em><em>that</em><em>&nbsp;</em><em>only</em><em>&nbsp;</em><em>benefit</em><em>&nbsp;</em><em>one</em><em>&nbsp;</em><em>party.</em><em>&nbsp;</em><em>Of</em><em>&nbsp;</em><em>course,</em><em>&nbsp;</em><em>this</em><em>&nbsp;</em><em>affects</em><em>&nbsp;</em><em>the way society views the results of decisions from judges that are not</em><em>&nbsp;</em><em>appropriate.</em><em>&nbsp;</em><em>The</em><em>&nbsp;</em><em>purpose</em><em>&nbsp;</em><em>of</em><em>&nbsp;</em><em>this</em><em>&nbsp;</em><em>paper</em><em>&nbsp;</em><em>is</em><em>&nbsp;</em><em>to</em><em>&nbsp;</em><em>see</em><em>&nbsp;</em><em>how</em><em>&nbsp;</em><em>far</em><em>&nbsp;</em><em>the influence of the utilitarian principle</em><em>&nbsp;</em><em>is in</em><em>&nbsp;</em><em>solving</em><em>&nbsp;</em><em>the problems of executing decisions in Indonesia. The method used is a qualitative</em><em>&nbsp;</em><em>method that applies a</em><em>&nbsp;</em><em>literature</em><em>&nbsp;</em><em>study method with a normative approach. Information is collected with the help of books, documents and articles.</em></p> 2025-06-29T00:00:00+07:00 Copyright (c) 2024 Praxis: Jurnal Filsafat Terapan https://journal.forikami.com/index.php/praxis/article/view/928 Hak Asasi Manusia dan Kewajiban Moral : Sebuah Kajian Filsafat Etika 2025-06-18T11:47:50+07:00 Claudina Rizka Laudiansyah penulis@gmail.com Widya Nur Agustyna penulis@gmail.com Alisha Nur Azmi Luthfiyah penulis@gmail.com Gusti Ayu Nabilla Laksmi Dewi Ramaputri nabilla.laksmidewi@gmail.com <p>Hak Asasi Manusia (HAM) merupakan prinsip fundamental yang menjamin kebebasan, martabat, dan perlindungan individu dari ketidakadilan. Meskipun diakui secara universal, implementasi efektifnya memerlukan keseimbangan yang cermat dengan kewajiban moral individu dan masyarakat. Studi ini secara ekstensif mengeksplorasi hubungan krusial yang sering diperdebatkan ini melalui kerangka filosofis terkemuka: filsafat politik John Rawls (menekankan keadilan sosial dan distribusi hak yang setara), etika deontologi Immanuel Kant (menyoroti kewajiban moral universal), dan etika kebajikan seperti yang diartikulasikan oleh Aristoteles dan Alasdair MacIntyre (menekankan bahwa hak-hak paling baik direalisasikan ketika dilaksanakan dengan kebajikan pribadi yang mempromosikan kebaikan bersama dalam sebuah komunitas). Dengan menggunakan pendekatan kualitatif yang ketat, menggabungkan analisis normatif dan hermeneutik, penelitian ini menegaskan HAM tidak terpisahkan dari kewajiban moral. Studi ini menyelidiki studi kasus komparatif tentang implementasi HAM dalam berbagai konteks budaya, khususnya memeriksa kebebasan berekspresi di Singapura dan hak-hak perempuan di bawah hukum syariah di beberapa bagian Timur Tengah. Contoh empiris ini secara gamblang mengungkapkan bagaimana nilai-nilai lokal, interpretasi agama, dan sistem hukum sangat memengaruhi interpretasi dan penerapan HAM, seringkali memperlihatkan tantangan signifikan yang berasal dari tuntutan hak individu yang tidak seimbang dibandingkan kewajiban moral kolektif. Studi ini menyimpulkan bahwa implementasi HAM yang efektif dan benar-benar komprehensif memerlukan pergeseran dari kerangka hukum semata untuk mengintegrasikan nilai-nilai etika yang lebih dalam dan menumbuhkan rasa tanggung jawab moral yang lebih kuat di antara individu dan institusi. Ini menyoroti pentingnya tanggung jawab moral praktis dalam membentuk praktik HAM dan menyerukan studi empiris di masa depan yang ekstensif dan peka budaya untuk menjembatani pemahaman teoritis dan kesenjangan praktis dalam berbagai konteks sosial dan hukum di seluruh dunia, memastikan HAM menjadi lebih dari sekadar konstruksi teoritis.</p> 2025-06-28T00:00:00+07:00 Copyright (c) 2024 Praxis: Jurnal Filsafat Terapan https://journal.forikami.com/index.php/praxis/article/view/951 Kajian Teori Feminisme terhadap Legalisasi Aborsi dalam KUHP Nasional 2025-06-26T22:14:20+07:00 Cicin Nurpasha 221000097@mail.unpas.ac.id Himah Aliya Hafidzoh penulis@gmail.com Mohamad Alvi Pratama penulis@gmail.com <p><em>Abortion is a complex and controversial issue in Indonesian society, especially when associated with women's reproductive rights and available legal protection. This study examines the legalization of abortion in Indonesia through a feminist theory approach as a tool to critique the patriarchal legal system. In Indonesian positive law, abortion is generally prohibited, but is permitted under certain conditions such as medical emergencies and pregnancy due to rape. Although there have been regulatory developments, such as through Law No. 36 of 2009, PP No. 61 of 2014, the National Criminal Code, and Law No. 17 of 2023, normative constraints such as gestational age limits, complex administrative procedures, and husband's permission requirements continue to limit women's autonomy over their bodies. This study uses a qualitative method with a juridical-normative approach and literature study of feminist regulations and theories. The results show that the Indonesian legal system still contains gender bias that hinders women's access to safe and legal abortion. Therefore, a more inclusive and human rights-based legal reform is needed to realize maximum protection for women's reproductive rights.&nbsp;</em></p> 2025-06-26T00:00:00+07:00 Copyright (c) 2024 Praxis: Jurnal Filsafat Terapan https://journal.forikami.com/index.php/praxis/article/view/895 Etika Komunikasi dalam Dunia Dapur 2025-06-11T08:20:42+07:00 Sean Terry Tjiutama sean.terry@student.pradita.ac.id Khaeyra Zahwa penulis@gmail.com Virzhiada Rahmawati penulis@gmail.com Lina Priscilla A.S penulis@gmail.com <p>Dalam dunia dapur profesional diperlukan kecepatan serta keterampilan dalam memasak dari seorang chef, hal itu menuntut adanya komunikasi yang efektif dalam sebuah tim agar operasional dapur berjalan dengan lancar. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pentingnya etika komunikasi dalam dunia dapur profesional terutama dalam hubungan vertikal antara atasan dan bawahan. Metode yang digunakan adalah studi kualitatif melalui observasi dan studi lapangan dari pengalaman pribadi penulis. Hasil penelitian menunjukan bahwa dengan adanya komunikasi yang baik dapat meningkatkan efisiensi kerja, mengurangi konflik, dan menciptakan lingkungan kerja yang sehat. Studi ini memberikan prinsip-prinsip komunikasi yang etis untuk pelaku industri kuliner sebagai bagian budaya kerja dapur.</p> 2025-06-14T00:00:00+07:00 Copyright (c) 2024 Praxis: Jurnal Filsafat Terapan https://journal.forikami.com/index.php/praxis/article/view/942 Ubermensch Dan Kritik Nietzhsche Terhadap Hukum Moral Tradisional 2025-06-26T07:28:24+07:00 Moch Abdu Sony Ihsanotaki abdusony31@gmail.com Andri Ghiffari W penulis@gmail.com Fadhel Moch F penulis@gmail.com Rehan Zaeri penulis@gmail.com <p>ubermensch atau yang berarti superman dalam bahasa inggris adalah konsep utama dalam pemikiran filsafat firedrich nietzsche yaitu nihilsme ,ubermensch mewakili tahapan evolusi manusia yang melampaui keterbatasan dan nilai-nilai tradisional yaitu transendensi, kritisisme terhadap moral konvensional, kemandirian dan kreativitas, kehendak untuk berdaya. Manusia dapat melampaui dirinya sendiri, terutama dalam konsep moral dan spiritual Ubermensch mampu mengambil kendali penuh atas dirinya, menciptakan makna sendiri, dan menjalani kehidupan dengan kreativitas,Ubermensch memiliki dorongan untuk mencapai potensi penuh dan menguasai diri serta kehidupannya sepenuhnya Penelitian ini mengeksplorasi konsep filosofis utama Friedrich Nietzsche, yaitu Ubermensch (manusia unggul), dan kritiknya terhadap sistem moral tradisional. Konsep Ubermensch mewakili evolusi manusia yang melampaui batasan nilai-nilai konvensional melalui transendensi, kritisisme terhadap moral tradisional, kemandirian kreatif, dan kemauan untuk berdaya . Studi ini menganalisis bagaimana individu dapat menciptakan makna hidup secara mandiri tanpa bergantung pada nilai-nilai adikodrati, dengan Ubermensch sebagai sosok yang melihat dirinya sebagai sumber nilai dan siap menghadapi tantangan hidup dengan sikap afirmatif.</p> 2025-06-28T00:00:00+07:00 Copyright (c) 2024 Praxis: Jurnal Filsafat Terapan https://journal.forikami.com/index.php/praxis/article/view/934 Etika Nikomakea Aristoteles dan Konsep Kebahagiaan sebagai Tujuan Hukum: Studi tentang Keadilan Distributif 2025-06-24T23:30:05+07:00 Muhammad Wijdan penulis@gmail.com Mutiara Yuni Maslakha penulis@gmail.com Haura Octavia Putri hauraoctavia02@gmail.com Agust Muiz Nuryasin penulis@gmail.com Mohammad Alvi Pratama penulis@gmail.com <p>Penelitian ini membahas pemikiran Aristoteles mengenai keadilan distributif dalam Nichomacean Ethics dan relavansinya terhadap tujuan hukum, yakni kebahagiaan (Eudaimonia). Dalam kerangka filsafat hukum klasik, Aristoteles memandang keadilan sebagai kebajikan tertinggi yang tidak hanya bersifat etis, tetapi juga politism karena ia menjadi fondasi terbentuknya negara (polis) yang baik. Keadilan distributif yang dibahas secara mendalam dalam Nichomacean Ethics Buku V dipahami sebagai prinsip proporsionalitas dalam pembagian hak dan kewajiban berdasarkan kebajikan, kontribusi, dan kedudukan sosial. Metode penelitian yang digunakan adalah pendekatan kualitatif dengan telaah konseptual terhadap teks primer dan sekudner. Hasil penelitian menunjukan bahwa keadilan distributif merupakan alat normatif dan moral yang digunakan hukum untuk menciptakan masyarakat adil dan sejahtera. Lebih lanjut, hukum dalam polis bukan sekedar perangkat normatif, melainkan instrumen yang memungkinkan terciptanya kebahagiaan kolektif melalui distribusi yang adil. Dengan demikian, pemikiran Aristoteles menunjukan bahwa kebahagiaan tidak dapat dicapai tanpa keadilan, dan hukum memiliki peran sentral dalam mewujudkan keduanya secara simultan.</p> 2025-06-28T00:00:00+07:00 Copyright (c) 2024 Praxis: Jurnal Filsafat Terapan https://journal.forikami.com/index.php/praxis/article/view/974 Hukum dan Moralitas: Dimensi Filosofis dalam Penegakan Hukum 2025-06-29T15:56:41+07:00 Jenniefer Royhan sarayagaisan18@gmail.com Saraya Gaisan penulis@gmail.com <p>Law and morality have always been interesting topics to discuss. At the practical&nbsp;application&nbsp;level,&nbsp;there&nbsp;is&nbsp;often&nbsp;a&nbsp;conflict&nbsp;between&nbsp;the&nbsp;two,&nbsp;whereas at the theoretical level, both should be interrelated and inseparable. The fundamental question of to what extent the law should reflect or be separated&nbsp;from&nbsp;moral&nbsp;values&nbsp;is&nbsp;a&nbsp;determining&nbsp;issue&nbsp;in&nbsp;how&nbsp;the&nbsp;legal&nbsp;system is designed, interpreted, and enforced. This is because both entities each have&nbsp;an&nbsp;equally&nbsp;important&nbsp;role&nbsp;in&nbsp;law&nbsp;enforcement.&nbsp;Law&nbsp;enforcement&nbsp;is&nbsp;one of the main pillars in maintaining order and justice in society. However, in practice,&nbsp;law&nbsp;cannot&nbsp;stand&nbsp;alone&nbsp;without&nbsp;considering&nbsp;the&nbsp;moral&nbsp;dimensions that&nbsp;surround&nbsp;it.&nbsp;This&nbsp;study&nbsp;discusses&nbsp;in&nbsp;depth&nbsp;the&nbsp;relationship&nbsp;between&nbsp;law and morality from a philosophical perspective, which is the conceptual foundation in understanding law enforcement. In this context, the author emphasizes the importance of a holistic approach to law enforcement that not only focuses on legal texts, but also considers the social, cultural, and moral&nbsp;contexts&nbsp;of&nbsp;society.&nbsp;This&nbsp;approach&nbsp;is&nbsp;believed&nbsp;to&nbsp;be&nbsp;able&nbsp;to&nbsp;encourage the creation of more just, humanistic, and meaningful law enforcement.</p> 2025-06-29T00:00:00+07:00 Copyright (c) 2024 Praxis: Jurnal Filsafat Terapan https://journal.forikami.com/index.php/praxis/article/view/931 Filsafat Keadilan Dalam Mitologi Yunani 2025-06-20T20:17:24+07:00 Kayla Zharfani Putri Gustiman kaylazharfani@gmail.com Margasari Justitia Sutarman penulis@gmail.com Rizka Nurul Fauziyyah penulis@gmail.com Yoana Ledy Mutiara Sinaga penulis@gmail.com <p><em>This study discusses the concept of justice in the Ancient Greek tradition, focusing on the role of mythology, philosophy, and literary works such as the Iliad and the Odyssey. The main problem raised is how justice is understood and applied in Greek mythology, especially through the role of the gods and goddesses and the values reflected in the mythical narrative, as well as the differences in the mythological and philosophical concepts of justice. The purpose of this study is to deeply understand the meaning of justice in Greek mythology and its relevance to the formation of social structures and the development of ethical and legal thought in the classical period. The research method used is a literature study with a descriptive approach, which involves collecting and analyzing data from various primary and secondary sources, such as books, scientific articles, and classical literary works. The results of the study show that justice in Greek mythology is not only rooted in the cosmic order and the role of the gods, but is also manifested in social processes such as conflict resolution and the restoration of norms through the agora mechanism. In works such as the Iliad, justice is understood as an effort to maintain social balance and order, while in the Odyssey, justice emphasizes more on the character and behavior of individuals who are in accordance with norms. The conclusion of this study i</em></p> 2025-06-20T00:00:00+07:00 Copyright (c) 2024 Praxis: Jurnal Filsafat Terapan https://journal.forikami.com/index.php/praxis/article/view/954 Konsep Hukum dan Keadilan dalam Pemikiran Gustav Radbruch 2025-06-28T13:39:14+07:00 Anisyaniawati Anisyaniawati anisyaniawati02@gmail.com Fauzan naufal kusuma penulis@gmail.com Haifa zanati penulis@gmail.com Hemmalika alyanti Chandra penulis@gmail.com <p><em>This study examines the application of the concept of law and justice in Gustav Radbruch's Thoughts on the concept of law and justice offering a deep perspective that is relevant to this day. Radbruch not only sees law as a set of positive norms, but also emphasizes the importance of moral values inherent in it. The concept of the "Radbruch formula" is his significant contribution, stating that positive law that is in extreme conflict with justice cannot be considered as valid law. In his view, justice is one of the three fundamental values of law, along with legal certainty and utility. The tension between these three values is the focus of Radbruch's analysis, in which he argues that in extreme cases of injustice, the demands of justice must defeat legal certainty </em>&nbsp;</p> 2025-06-28T00:00:00+07:00 Copyright (c) 2024 Praxis: Jurnal Filsafat Terapan https://journal.forikami.com/index.php/praxis/article/view/924 Prinsip Otonomi Moral dalam Filsafat Hukum Immanuel Kant: Analisis terhadap Konsep Kebebasan dan Kewajiban 2025-06-18T11:33:58+07:00 Sausan Jilan sausanjilan816@gmail.com Mohammad Fauzan Khalid Zulfikar penulis@gmail.com Chintya Putri penulis@gmail.com Syifa Naika Gustiani penulis@gmail.com <p>Pemikiran filsafat hukum terus mengalami perkembangan signifikan dari waktu ke waktu, dengan kontribusi berbagai tokoh besar yang memberikan fondasi teoritis dalam memahami hubungan antara hukum, moralitas, dan keadilan. Salah satu tokoh penting dalam ranah ini adalah Immanuel Kant, seorang filsuf Jerman abad ke-18 yang terkenal melalui karya-karyanya dalam bidang epistemologi, etika, dan estetika. Pemikiran Kant dalam filsafat hukum menekankan pentingnya otonomi moral sebagai dasar hubungan antara kebebasan individu dan kewajiban hukum. Dalam pandangannya, kebebasan bukanlah kebebasan tanpa batas, melainkan harus tunduk pada hukum moral yang rasional dan dapat diterima secara universal. Studi ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dengan metode deskriptif-analitis untuk mengkaji relevansi pemikiran Immanuel Kant dalam konteks hukum modern, khususnya di Indonesia. Hasil kajian menunjukkan bahwa meskipun prinsip-prinsip Kant bersifat universal dan ideal, penerapannya dalam hukum positif di tengah masyarakat yang plural dan kompleks tetap menghadapi tantangan. Namun demikian, nilai-nilai yang dikedepankan Kant, seperti keadilan, kebebasan yang bertanggung jawab, dan supremasi hukum, tetap relevan dalam memperkuat sistem hukum modern. Studi ini menegaskan bahwa integrasi antara moralitas dan hukum, sebagaimana dikemukakan oleh Kant, dapat menjadi fondasi dalam membangun sistem hukum yang tidak hanya taat prosedur, tetapi juga menjunjung tinggi nilai-nilai keadilan substantif dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.</p> 2025-06-28T00:00:00+07:00 Copyright (c) 2024 Praxis: Jurnal Filsafat Terapan https://journal.forikami.com/index.php/praxis/article/view/947 Empat persoalan menurut immanuel kant 2025-06-26T08:03:02+07:00 Febby Nurfadilla febbynurfadilla118@gmail.com Regita Intan Safitri penulis@gmail.com Ghani Fauzan Gunawan penulis@gmail.com <p>Pemikiran filsafat Immanuel Kant memberikan pengaruh besar terhadap perkembangan filsafat modern, terutama melalui karyanya Critique of Pure Reason yang menandai peralihan dari filsafat dogmatis menuju filsafat kritis. Kant merumuskan empat pertanyaan fundamental dalam filsafat: Apa yang dapat saya ketahui? Apa yang harus saya lakukan? Apa yang boleh saya harapkan? dan Apa itu manusia? Keempat pertanyaan ini membentuk kerangka dasar dalam memahami pengetahuan, moralitas, harapan, dan eksistensi manusia. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif-deskriptif dengan metode studi pustaka untuk mengkaji dan menganalisis pemikiran Kant secara mendalam serta menjelaskan relevansinya dalam konteks kehidupan modern. Melalui konsep idealisme transendental, Kant menggabungkan unsur rasionalisme dan empirisme, menyatakan bahwa pengetahuan manusia terbentuk dari sintesis antara unsur apriori dan aposteriori. Dalam bidang etika, Kant menekankan prinsip imperatif kategoris sebagai dasar moralitas, di mana tindakan manusia dinilai dari kesesuaiannya terhadap hukum moral universal, bukan akibatnya. Kant juga memperkenalkan postulat rasio praktis seperti kebebasan, keabadian jiwa, dan keberadaan Tuhan sebagai prasyarat moralitas, yang tidak dapat dibuktikan secara empiris namun diperlukan secara etis. Dengan demikian, pemikiran Kant memberikan dasar yang kuat bagi pengembangan ilmu pengetahuan, etika, pendidikan, serta pemahaman tentang manusia sebagai makhluk rasional dan moral. Filsafat kritis Kant tetap relevan sebagai landasan reflektif dalam menjawab tantangan intelektual dan moral di era kontemporer.</p> 2025-06-28T00:00:00+07:00 Copyright (c) 2024 Praxis: Jurnal Filsafat Terapan