https://journal.forikami.com/index.php/dassollen/issue/feedDas Sollen: Jurnal Kajian Kontemporer Hukum Dan Masyarakat2025-06-28T11:19:59+07:00Mohammad Haekal Rahmantanya@forikami.comOpen Journal Systems<p><strong style="font-size: 0.875rem;">***</strong></p> <div align="justify"> <p><strong><a href="https://journal.forikami.com/index.php/dassollen/" target="_blank" rel="noopener">Das Sollen: Jurnal Kajian Kontemporer Hukum Dan Masyarakat</a></strong> adalah publikasi dengan pendekatan interdisipliner yang didedikasikan untuk mengkaji aspek Hukum dan Masyarakat secara normatif, sosiologis maupun filosofis dalam konteks nasional dan global. Perhatian khusus bagi karya-karya yang mengkaji dari sisi historis, adat dan budaya, geografis, politik hukum, hukum ekonomi, antropologi hukum, sosiologi hukum, filsafat hukum, literatur, hukum agama, hukum international, hukum lingkungan dan isu-isu berkembang lainnya selama dalam ruang lingkup penelitian ilmiah hukum. <strong><a href="https://journal.forikami.com/index.php/dassollen/" target="_blank" rel="noopener">Das Sollen: Jurnal Kajian Kontemporer Hukum Dan Masyarakat</a></strong> ingin menempatkan Hukum dan Masyarakat sebagai dialektik Das Sein dan Das Sollen sebagai fokus dalam pendekatan akademik dan sebagai pertimbangan komprehensif dari berbagai aspek.</p> <p><strong>***</strong></p> <p><strong><a href="https://journal.forikami.com/index.php/dassollen/" target="_blank" rel="noopener">Das Sollen: Jurnal Kajian Kontemporer Hukum Dan Masyarakat</a></strong> mengundang akademisi, praktisi, mahasiswa dan representatif komunitas untuk menerbitkan artikel ilmiah hasil penelitian atau <em>book reviews </em>dalam bahasa Indonesia atau bahasa Inggris sebanyak dua periode setiap tahunnya dengan total publikasi sebesar 10 artikel ilmiah per periode yang telah melalui proses <em>double-blind review </em>oleh para akademisi dan ahli di masing-masing bidangnya.</p> <p> </p> <p><a href="https://journal.forikami.com/index.php/dassollen/about/submissions" target="_blank" rel="noopener"><img src="https://journal.forikami.com/public/site/images/superadmin/pngwing.com-3.png" alt="" width="230" height="75" /></a> <a href="https://wa.me/62895323315225?text=Halo%20Saya%2C%20ingin%20tanya" target="_blank" rel="noopener"><img src="https://journal.forikami.com/public/site/images/superadmin/pngwing.com-4.png" alt="" width="75" height="75" /></a></p> <p> </p> </div>https://journal.forikami.com/index.php/dassollen/article/view/920Telaah Filosofis Atas Implementasi Nilai Keadilan Dalam Pemikiran Plato2025-06-18T11:24:17+07:00Gangga Arman Syardipenulis@gmail.comSyahla Dafania Z.Kpenulis@gmail.comWidayantiwidaawy2717@gmail.comMohammad Alvi Pratamapenulis@gmail.com<p>Artikel ini mengkaji pemikiran Plato tentang keadilan dalam karyanya The Republic, yang menekankan pentingnya setiap individu menjalankan perannya sesuai kemampuan dan kodratnya dalam masyarakat yang harmonis. Keadilan, bagi Plato, bukan hanya soal kepatuhan terhadap hukum, tetapi pencapaian kebajikan tertinggi yang dapat diwujudkan oleh filsuf yang bijaksana. Pemikiran tentang Philosopher-King mengusulkan bahwa negara harus dipimpin oleh individu dengan pengetahuan mendalam, bukan oleh mayoritas yang mudah terpengaruh. Implementasi pemikiran Plato di Athena menunjukkan ketidak sempurnaan demokrasi dan ketidak setaraan sosial. Artikel ini menyimpulkan bahwa meskipun konsep keadilan Plato memberikan wawasan ideal untuk pemerintahan yang adil, tantangan besar terkait ketidaksetaraan dan akses pendidikan membatasi penerapannya di masa itu.</p>2025-06-19T00:00:00+07:00Copyright (c) 2025 Das Sollen: Jurnal Kajian Kontemporer Hukum Dan Masyarakathttps://journal.forikami.com/index.php/dassollen/article/view/908Eksistensi Tuhan dan Hukum Kodrat Dalam Perspektif Thomas Aquinas2025-06-13T11:55:31+07:00Alya Natasya Setyafadilaalyanatasyasf61@gmail.comAnggya Syahrallya Nissapenulis@gmail.comNarita Aurelia Ramadantipenulis@gmail.comNisrina Marsha Rizqiapenulis@gmail.com<p>Abad Pertengahan Eropa merupakan masa kegelapan bagi masyarakat di zaman tersebut, sebab Gereja Katolik memiliki kekuasaan tinggi yang mengharuskan masyarakat untuk tunduk pada tradisi gereja. Keilmuan mengenai Agama dan Tuhan menjadi pembahasan yang sangat penting bagi kehidupan politik saat itu. Sebagai salah satu filosof besar di Abad Pertengahan Eropa, Thomas Aquinas membuka jalan pembuktian eksistensi Tuhan. Aquinas juga mencurahkan pemikirannya terhadap konsep hukum kodrat. Teori Eksistensi Tuhan oleh Aquinas memiliki banyak pemahaman yang menghantarkan kita kepada sebuah landasan hukum yang diciptakan oleh Tuhan. Dalam perjalanan hidup Aquinas, ia juga menemukan suatu hubungan antara teori Tuhan terhadap teori Hukum Kodrat yang dimaksud oleh Thomas Aquinas. Artikel ini ditujukan untuk mencari tahu konsep Eksistensi Tuhan menurut Thomas Aquinas, dan bagaimana eksistensi Tuhan tersebut dapat membukakan jalan bagi Aquinas untuk menemukan Hukum Kodrat. Dalam penyusunan penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif dengan jenis studi kepustakaan (literature study). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Eksistensi Tuhan adalah landasan tertinggi bagi manusia dalam menjalankan kehidupannya, serta berkaitan erat dengan Hukum Kodrat sebagai manifestasi akal Tuhan. Dalam pandangan Aquinas, Tuhan adalah aktus orisinal yang memberikan akal kepada manusia untuk menemukan hukum kodrat. Eksistensi Tuhan sangat fundamental dalam konsep hukum kodrat. Sebab eksistensi Tuhan adalah prasyarat bagi keberadaan hukum kodrat. Tanpa Tuhan, tidak akan ada hukum kodrat.</p>2025-06-19T00:00:00+07:00Copyright (c) 2025 Das Sollen: Jurnal Kajian Kontemporer Hukum Dan Masyarakathttps://journal.forikami.com/index.php/dassollen/article/view/950KAJIAN FILSAFAT HUKUM DARI JOHN STUART MILL : KEBEBASAN DAN KEADILAN DALAM KASUS BAND SUKATANI DI INDONESIA2025-06-26T21:40:32+07:00Rangga Abrari Kahfiranggaakahfi0@gmail.comMuzafar Mukhtarpenulis@gmail.comYuda Pangestupenulis@gmail.comMuhammad Haikal Akbarpenulis@gmail.com<p><em>John Stuart Mill, through his work On Liberty, emphasized the importance of individual freedom</em><em> </em><em>as</em><em> </em><em>a</em><em> </em><em>fundamental</em><em> </em><em>element</em><em> </em><em>in</em><em> </em><em>social</em><em> </em><em>life.</em><em> </em><em>Liberty</em><em> </em><em>according</em><em> </em><em>to</em><em> </em><em>Mill</em><em> </em><em>includes</em><em> </em><em>the</em><em> </em><em>right of every individual to think, speak, and act as they wish, as long as these actions do not harm others. Mill also distinguishes between negative freedom, which is freedom from outside</em><em> </em><em>interference,</em><em> </em><em>and</em><em> </em><em>positive</em><em> </em><em>freedom,</em><em> </em><em>which</em><em> </em><em>is</em><em> </em><em>the</em><em> </em><em>ability</em><em> </em><em>of</em><em> </em><em>individuals</em><em> </em><em>to</em><em> </em><em>determine the</em><em> </em><em>direction</em><em> </em><em>of</em><em> </em><em>their</em><em> </em><em>own</em><em> </em><em>lives</em><em> </em><em>based</em><em> </em><em>on</em><em> </em><em>sound</em><em> </em><em>reasoning.</em><em> </em><em>In</em><em> </em><em>his</em><em> </em><em>view,</em><em> </em><em>freedom</em><em> </em><em>is</em><em> </em><em>a</em><em> </em><em>means to achieve intellectual and moral progress, as well as preventing the tyranny of the majority that can curb individual rights.</em></p> <p><em>The</em><em> </em><em>Band</em><em> </em><em>Sukatani</em><em> </em><em>case</em><em> </em><em>reflects</em><em> </em><em>the</em><em> </em><em>challenges</em><em> </em><em>of</em><em> </em><em>applying</em><em> </em><em>Mill’s</em><em> </em><em>principles</em><em> </em><em>in</em><em> </em><em>Indonesia, where freedom of expression often clashes with existing social and legal norms. This analysis explores how creative freedom in music can be hampered by strict regulations, while at the same time highlighting the importance of justice for artists to express themselves without fear of repression.</em></p> <p><em>By</em><em> </em><em>linking</em><em> </em><em>Mill’s</em><em> </em><em>theory</em><em> </em><em>to</em><em> </em><em>legal</em><em> </em><em>practice</em><em> </em><em>in</em><em> </em><em>Indonesia,</em><em> </em><em>this</em><em> </em><em>study</em><em> </em><em>aims</em><em> </em><em>to</em><em> </em><em>provide</em><em> </em><em>insight</em><em> </em><em>into how the principles of freedom and justice can be integrated within the existing legal system,</em><em> </em><em>as</em><em> </em><em>well as</em><em> </em><em>how</em><em> </em><em>it</em><em> </em><em>can</em><em> </em><em>support</em><em> </em><em>the</em><em> </em><em>development</em><em> </em><em>of</em><em> </em><em>local</em><em> </em><em>music</em><em> </em><em>culture.</em><em> </em><em>It</em><em> </em><em>is hoped that this research will encourage further discussion on the balance between individual freedom and societal interests in the context of law and culture in Indonesia.</em></p> <p><em> </em></p>2025-06-26T00:00:00+07:00Copyright (c) 2025 Das Sollen: Jurnal Kajian Kontemporer Hukum Dan Masyarakathttps://journal.forikami.com/index.php/dassollen/article/view/902Moralitas Sebagai Fondasi Hukum dalam Pemikiran Aristoteles2025-06-13T11:36:11+07:00Sofy Sofiantisofysofianyi@gmail.comKhansa Fauzia Zahrapenulis@gmail.comIndrianipenulis@gmail.comFathia Yumandirapenulis@gmail.com<p>Manusia memiliki akal yang, berdasarkan prinsip moral, dapat membedakan antara hal-hal baik dan buruk. Menurut Aristoteles, kebajikan terdiri dari nilai-nilai moral, dan seseorang yang memiliki kebajikan akan selalu bertindak dengan benar, tidak hanya untuk kebaikannya sendiri tetapi juga untuk kebaikan orang lain. Moralitas memiliki peran penting dalam membentuk hukum yang adil, karena hukum yang ideal harus selaras dengan nilai-nilai etis yang berlaku dalam masyarakat. Pada awalnya, hukum dianggap sebagai ketetapan ilahi yang tidak dapat diganggu gugat. Namun, seiring perkembangan zaman, muncul konsep hukum alam yang bersumber dari akal manusia dan bersifat universal. Aristoteles membagi hukum menjadi dua kategori yakni hukum alam (juga dikenal sebagai hukum kodrat) yang tidak berubah dan berlaku secara universal, serta hukum positif yang dibuat oleh manusia dan dapat mengalami perubahan sesuai kebutuhan masyarakat. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pemikiran Aristoteles mengenai moralitas sebagai fondasi hukum. Metode penelitian yang digunakan adalah pendekatan kualitatif dengan studi literatur serta analisis penerapan moralitas dalam hukum. Hasil penelitian menunjukkan bahwa moralitas tetap menjadi faktor fundamental dalam pembentukan hukum, terutama dalam memastikan hukum tidak hanya bersifat normatif, tetapi juga mencerminkan keadilan substantif. Moralitas memberikan arah bagi hukum agar tidak bersifat represif, melainkan sebagai sarana mencapai kebaikan bersama (eudaimonia). Dengan demikian, hukum yang berlandaskan moralitas dapat berfungsi sebagai alat untuk menciptakan keadilan dan kesejahteraan sosial.</p>2025-06-18T00:00:00+07:00Copyright (c) 2025 Das Sollen: Jurnal Kajian Kontemporer Hukum Dan Masyarakathttps://journal.forikami.com/index.php/dassollen/article/view/935Legitimasi Hukuman Mati Menurut Immanuel Kant : Teori Keadilan Retributif Dan Konfliknya Dengan Hak Asasi Manusia2025-06-24T23:36:12+07:00Shakira Ananda Khaerunessapenulis@gmail.comPutri Khoerunnisa Damayantipenulis@gmail.comBilqis Aprilianiebaprilianie@gmail.comFarrel Fadhil Pratamapenulis@gmail.com<p>Hukuman mati adalah salah satu dari suatu sanksi pidana yang paling berat dan menjadi perdebatan di kalangan masyarakat, terlebih lagi saat sedang membicarakan keadilan dan Hak Asasi Manusia. Pelaksanaan hukuman mati sering diterapkan kepada pelaku kejahatan berat. Para pendukung adanya hukuman mati mempunyai argumen bahwa sanksi ini merupakan bentuk suatu keadilan bagi korban dan keluarganya, dan juga dianggap mampu menimbulkan efek jera dan mencegah kejahatan yang serupa terjadi di masa depan. Immanuel Kant melihat hukuman sebagai tanggung jawab moral yang harus ditegakan oleh negara terhadap individu yang melakukan kejahatan, demi melindungi keadilan sebagai prinsip yang rasional dan objektif. Dalam kasus kejahatan berat seperti pembunuhan, Kant berpendapat bahwa hukuman mati adalah satu-satunya bentuk sanksi yang pantas, bukan sebagai sarana untuk mencegah kejahatan, tetapi sebagai akibat dari pelanggaran moral yang parah. Sebaliknya, pandangan ini bertentangan dengan prinsip-prinsip hak asasi manusia modern yang menolak semua jenis hukuman yang merenggut hak untuk hidup. Ketegangan ini menjadi fokus utama dalam artikel ini, yang berusaha untuk mengevaluasi kembali alasan moral dan hukum di balik hukuman mati dalam sistem peradilan pidana di Indonesia. Penelitian ini menunjukan walaupun hukuman mati masih tercantum dalam peraturan hukum di Indonesia dan dapat dibela dari sudut pandang keadilan retributif, pelaksanaannya tetap perli memperhatikan keseimbangan, martabat kemanusiaan, serta perlindungan terhadap hak asasi, guna mencapai harmoni antara keadilan, hak dari korban, dan hak dari pelanggar.</p>2025-06-28T00:00:00+07:00Copyright (c) 2025 Das Sollen: Jurnal Kajian Kontemporer Hukum Dan Masyarakathttps://journal.forikami.com/index.php/dassollen/article/view/930Lex Naturalis Dan Keadilan Universal : Analisis Konsep Hukum Alam Cicero Dalam Filsafat Hukum2025-06-18T11:51:00+07:00Anton putra hergawandauusidrus976@gmail.comCruzaero Wisyaepenulis@gmail.comFirdaus Idruspenulis@gmail.comAgun Gunawanpenulis@gmail.com<p>Penelitian ini mengkaji konsep hukum alam lex naturalis dalam pemikiran Cicero, terutama bagaimana ia memformulasikan hubungan antara akal budi ratio recta) dan prinsip alamiah sebagai landasan legitimasi hukum. Tujuan penelitian adalah mengidentifikasi elemen fundamental dalam teori hukum alam Cicero dan relevansinya bagi perkembangan konsep negara hukum modern. Metode penelitian menggunakan pendekatan kualitatif dengan studi dokumen melalui analisis literatur filosofis dan teks-teks hukum yang relevan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Cicero menempatkan hukum alam sebagai prinsip tertinggi yang bersumber dari rasio manusia, bersifat universal dan mengatasi hukum positif. Ia menegaskan dua fondasi keadilan: larangan merugikan sesama neminem laedere dan kewajiban menjaga kepentingan bersama. Cicero mengintegrasikan etika dan hukum, menyatakan bahwa legitimasi hukum bergantung pada keselarasannya dengan prinsip-prinsip alamiah. Dalam konteks filosofis, penelitian ini mengungkap bahwa pemikiran Cicero melampaui konsep hukum konvensional. Ia menekankan bahwa hukum sejati harus mencerminkan kebenaran universal yang melampaui kepentingan kekuasaan. Konsep ini menegaskan kesetaraan manusia melalui rasionalitas, di mana setiap individu memiliki martabat yang sama di hadapan hukum alam. Kesimpulannya, pemikiran Cicero tentang lex naturalis menjadi landasan konseptual untuk sistem hukum yang tidak hanya prosedural tetapi juga substantif, mencerminkan nilai-nilai etika universal. Warisan pemikirannya tetap relevan dalam pengembangan teori hukum alam modern, hak asasi manusia, dan konstitusionalisme.</p>2025-06-28T00:00:00+07:00Copyright (c) 2025 Das Sollen: Jurnal Kajian Kontemporer Hukum Dan Masyarakathttps://journal.forikami.com/index.php/dassollen/article/view/911Filsafat Hukum dalam Perspektif Roscoe Pound2025-06-13T12:02:17+07:00Raesha Divadivaraesha@gmail.comAmara Nur Nabilapenulis@gmail.comTita Wulansaripenulis@gmail.comMarshanda Indrianipenulis@gmail.com<p>Penelitian ini mengkaji secara komprehensif terkait konsep dasar filsafat hukum Roscoe Pound yang memberikan kedudukan terhadap hukum sebagai alat rekayasa sosial (law as a tool of social engineering). Pound berpendapat bahwa hukum tidak hanya sebagai aturan yang bersifat normatif dan kaku, tetapi juga sebagai alat penyeimbang berbagai kepentingan dalam masyarakat. Fungsi hukum menurut Pound adalah untuk menciptakan tatanan sosial yang sesuai dengan tujuan hukum itu sendiri. Konsep ini menunjukkan bahwa hukum harus mampu berperan sebagai penyeimbang, yang secara aktif menyesuaikan dan mengakomodasi berbagai tuntutan sosial demi menjaga stabilitas dan keteraturan masyarakat. Penelitian ini menggunakan metode studi kepustakaan dengan menelaah berbagai literatur yang relevan guna memahami lebih dalam pemikiran Pound. Hasil kajian menunjukkan bahwa konsep hukum sebagai alat rekayasa sosial menekankan peran aktif hukum dalam menciptakan tatanan sosial yang stabil dan harmonis. Pandangan ini menjadi tonggak penting dalam konsep dasar law as a tool of social engineering, karena memperluas peran hukum bahwa hukum tidak hanya berfungsi menjaga ketertiban, tetapi juga bertindak sebagai instrumen yang secara aktif merancang dan mengarahkan perubahan sosial dalam masyarakat. Selain itu, penelitian ini juga menggambarkan bagaimana hukum menjadi bagian dari proses sosial yang dinamis dan terus berkembang seiring perubahan kebutuhan masyarakat, dengan mempertimbangkan keseimbangan antara kepentingan individu dan kepentingan umum.</p>2025-06-19T00:00:00+07:00Copyright (c) 2025 Das Sollen: Jurnal Kajian Kontemporer Hukum Dan Masyarakathttps://journal.forikami.com/index.php/dassollen/article/view/952Pemikiran Mochtar Kusumaatmadja Tentang Hukum Sebagai Sarana Pembangunan :Kajian Filsafat Hukum Terhadap Konsep Dinamika Hukum2025-06-28T11:19:59+07:00Muhammad Renal Anugrah Saputrapenulis@gmail.comDzaky Hanifdzakyhanif007@gmail.comMohammad Alvi Pratamapenulis@gmail.com<p>Sebagai seorang teknokrat di bidang hukum, Prof. Mochtar Kusumaatmadja, S.H., LL.M., telah memberikan kontribusi yang signifikan terhadap perkembangan hukum di Indonesia. Pemikirannya tertuang dalam berbagai karya akademik, di antaranya Pengantar Hukum Internasional, lalu Konsep-konsep Hukum dalam Pembangunan, yang menguraikan peran hukum dalam mendukung pembangunan sosial-ekonomi di Indonesia. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memahami mengenai pemikiran mochtar kusumaatmadja tentang hukum sebagai sarana pembangunan, serta menganalisis secara lebih lanjut mengenai kajian filsafat hukum terhadap konsep dinamika hukum,. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memahami mengenai pemikiran mochtar kusumaatmadja tentang hukum sebagai sarana pembangunan, metode penelitian yang digunakan adalah Kuantitatif dengan pendekatan Normatif. Pendekatan normatif dilakukan dengan berfokus pada analisis Pemikiran hukum sebagai sarana pembangunan yang dicetuskan oleh Prof. Mochtar Kusumaatmadja, hasil yang didapatkan yaitu Pembangunan menurut Mochtar mencakup seluruh aspek kehidupan masyarakat ekonomi, sosial,budaya, politik dan hukum. Hukum harus hadir untuk memastikan bahwa perubahan yang terjadi berlangsung secara tertib, adil, dan sesuai dengan nilai-nilai Pancasila. Dalam kerangka ini, hukum memiliki tiga dimensi yaitu struktur (lembaga), kultur (budaya hukum), dan substansi (norma dan asas hukum), sebagaimana digambarkan oleh teori sistem hukum Lawrence M. Friedman. Dalam dinamika hukum yang dilihat dari perspektif filsafat hukum, dijelaskan bahwa hukum selalu eksis bersama masyarakat (ubi societas ibi uis). Sejak manusia pertama, hukum telah hadir sebagai alat untuk mengatur hubungan antar demi ketertiban dan keadilan. Oleh karena itu, hukum dalam masyarakat pluralistik seperti Indonesia harus diterapkan secara hati-hati, mempertimbangkan aspek sosial, budaya, dan antropologis.</p>2025-06-28T00:00:00+07:00Copyright (c) 2025 Das Sollen: Jurnal Kajian Kontemporer Hukum Dan Masyarakathttps://journal.forikami.com/index.php/dassollen/article/view/903Pernikahan Beda Agama Dalam Perspektif John Locke: Hak Individu Vs. Norma Agama Di Indonesia2025-06-13T11:38:13+07:00Widya Rizky Ramadhani Putri Setiawanwidyarrps@gmail.comRaissa Zahra Alifianipenulis@gmail.comMohammad Alvi Pratamapenulis@gmail.com<p>Pernikahan beda agama merupakan suatu isu yang sangat hangat yang sering terjadi di Indonesia, di mana banyak individu memilih pasangan dalam hidupnya sering kali bertentangan dengan norma agama dan ketentuan yang ada di Indonesia. Jika melihat dengan norma agama yang ada di Indonesia maupun regulasi yang ada di Indonesia sudah sangat jelas bahwasanya tidak diperbolehkan suatu pasangan menikah dalam keadaan berbeda agama, akan tetapi ada beberapa negara yang memperbolehkan pernikahan beda agama berlangsung dan diakui secara sah oleh negara tersebut. Dengan begitu dapat dipastikan adanya perbedaan spekulasi antara boleh atau tidaknya pernikahan beda agama ini dilakukan. Adanya perbedaan tersebut menjadi perdebatan terkait dengan batasan hak individu dalam memilih pasangan hidup, dan menjadikan perdebatan sebenarnya pernikahan itu merupakan suatu kebebasan atau bukan bagi setiap individu. Dengan adanya perbedaan spekulasi tersebut, peneliti ini ingin melihat pernikahan beda agama ini dari perspektif salah satu tokoh filsuf bernama John Locke yang menekankan pada konsep hak individu, kebebasan, dan toleransi dalam kehidupan bermasyarakat. Dengan melihat dari perspektif John Locke terkait pernikahan beda agama ini diharapkan dapat memberikan pemahaman terkait pernikahan itu merupakan suatu kebebasan atau bukan bagi setiap individu. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Kualitatif dengan Jenis penelitian Studi Literatur, yang dimana dalam Studi Literatur ini, peneliti disini menggunakan sumber-sumber tertulis seperti jurnal ilmiah, buku dan artikel untuk menganalisis teori hak individu dan kebebasan beragama menurut John Locke. Kemudian penelitian ini juga menggunakan Pendekatan Filosofis dan Normatif, dan juga Alat Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan Deskriptif-Analisis. Hasil dari penelitian ini, menunjukan bahwa berdasarkan prespektif John Locke, pernikahan merupakan salah satu hak individu yang bersifat kontraktual dan merupakan suatu kebebasan, bukan sesuatu yang harus diatur berdasarkan aturan agama dan budaya tertentu yang diatur oleh pemerintah langsung.</p>2025-06-18T00:00:00+07:00Copyright (c) 2025 Das Sollen: Jurnal Kajian Kontemporer Hukum Dan Masyarakathttps://journal.forikami.com/index.php/dassollen/article/view/949Hukum dalam Narasi Tradisi: Studi Sosiologi Hukum atas Pendekatan Kultural Dedi Mulyadi dalam Reformasi Birokrasi Lokal2025-06-26T21:09:39+07:00T. Subarsyahpenulis@gmail.comAde Andrian Nur Satiaputraadeandrian.tpk1@gmail.comIndah Pujiatipenulis@gmail.comCahyani Melyawatipenulis@gmail.comCika Silvia Puspa Christinapenulis@gmail.com<p><em> </em><em>This study examines the cultural approach employed by Dedi Mulyadi in the process of local bureaucratic reform in Purwakarta Regency from the perspective of sociology of law. As a regent known for his leadership style rich in Sundanese traditional values, Dedi Mulyadi utilized local cultural elements not merely as symbols, but as instruments for social transformation and bureaucratic reform. The study is grounded in Roscoe Pound’s theory of law as a tool of social engineering, which perceives law not only as written norms but also as an integral part of social and cultural dynamics. Through a qualitative approach and descriptive analysis, the study finds that local traditional symbols and practices such as the use of traditional attire, the arrangement of public spaces based on local wisdom, and cultural narratives in public communication successfully fostered proximity between the government and the people, while enhancing bureaucratic effectiveness. However, this approach also faces challenges, particularly regarding the politicization of culture and resistance to modernization. The findings highlight the significance of integrating positive legal norms with local values in the process of renewing governance toward a more participatory and civilized public administration.</em></p>2025-06-26T00:00:00+07:00Copyright (c) 2025 Das Sollen: Jurnal Kajian Kontemporer Hukum Dan Masyarakathttps://journal.forikami.com/index.php/dassollen/article/view/932Kritik Satjipto Rahardjo terhadap Positivisme Hukum2025-06-20T20:24:08+07:00Nabila Annisa Ramadantinabilaannisaaa300@gmail.comAmanda Putripenulis@gmail.comSumeirat Tresna Rahayupenulis@gmail.comDina Fransiskapenulis@gmail.comMoh. Alvi Pratamapenulis@gmail.com<p><em>Legal positivism is an approach to law that only adheres to the text of the law rigidly without paying attention to broader aspects of justice. Satjipto Rahardjo, as a scientist in the field of law, thinks that law should only be a “tool” to achieve a just, prosperous and happy life for humans. Therefore, this research aims to make the author and readers know how Satjipto Rahardjo criticizes legal positivism. The method used in this research is qualitative research through a conceptual approach and using descriptive analysis research type with data collection through literature study. From this research, it can be concluded that Satjipto Rahardjo's concern about legal positivism gave birth to a new idea, namely progressive law. Where progressive law places humans at the center, emphasizes substantial and holistic ways of law, and demands legal changes that are more grounded and responsive to social dynamics. Therefore, this research discusses the concept of legal philosophy and progressive law according to Satjipto Rahardjo.</em></p>2025-06-20T00:00:00+07:00Copyright (c) 2025 Das Sollen: Jurnal Kajian Kontemporer Hukum Dan Masyarakat