http://journal.forikami.com/index.php/nusantara/issue/feedNusantara: Jurnal Pendidikan, Seni, Sains dan Sosial Humaniora2025-07-01T10:41:20+07:00Forikamitanya@forikami.comOpen Journal Systems<p><strong style="font-size: 0.875rem;">***</strong></p> <div align="justify"> <p><strong><a href="#" target="_blank" rel="noopener">Nusantara: Jurnal Pendidikan, Seni, Sains dan Sosial Humaniora</a></strong> adalah publikasi dengan pendekatan multidisiplin yang didedikasikan untuk mengkaji Indonesia dalam berbagai bidang. Perhatian khusus bagi karya-karya yang mengkaji dari sisi pendidikan, seni, sains dan sosial humaniora serta isu-isu berkembang lainnya selama dalam ruang lingkup penelitian kajian Indonesia. <strong><a href="#" target="_blank" rel="noopener">Nusantara: Jurnal Pendidikan, Seni, Sains dan Sosial Humaniora</a></strong> ingin menempatkan Indonesia sebagai fokus objek material dalam pendekatan akademik dan sebagai pertimbangan komprehensif dari berbagai aspek bidang keilmuan.</p> <p><strong>***</strong></p> <p><strong><a href="#" target="_blank" rel="noopener">Nusantara: Jurnal Pendidikan, Seni, Sains dan Sosial Humaniora</a></strong> mengundang akademisi, praktisi, mahasiswa dan representatif komunitas untuk menerbitkan artikel ilmiah hasil penelitian atau <em>book reviews </em>dalam bahasa Indonesia atau bahasa Inggris sebanyak dua periode setiap tahunnya dengan total publikasi sebesar 10 artikel ilmiah per periode yang telah melalui proses <em>double-blind review </em>oleh para akademisi dan ahli di masing-masing bidangnya.</p> <p> </p> <p><a href="https://journal.forikami.com/index.php/nusantara/about/submissions" target="_blank" rel="noopener"><img src="https://journal.forikami.com/public/site/images/superadmin/pngwing.com-3.png" alt="" width="230" height="75" /></a> <a href="https://wa.me/62895323315225?text=Halo%20Saya%2C%20ingin%20tanya" target="_blank" rel="noopener"><img src="https://journal.forikami.com/public/site/images/superadmin/pngwing.com-4.png" alt="" width="75" height="75" /></a></p> <p> </p> </div>http://journal.forikami.com/index.php/nusantara/article/view/890Analisis Dampak Perilaku Wisatawan Asing di Bali Berhubungan dengan Pelanggaran Norma Sosial dan Budaya2025-06-11T08:01:22+07:00Gabriella Hidayatgabriella.hidayat1@student.pradita.ac.idAndreas Gregorius Winartapenulis@gmail.comTrefi Ikva Putripenulis@gmail.comOliviapenulis@gmail.comTiara Oktaviapenulis@gmail.com<p>Pariwisata di Bali dipengaruhi oleh perilaku wisatawan asing yang melanggar norma-norma sosial dan budaya setempat, terutama di tempat-tempat suci dan upacara keagamaan. Masalah ini dapat menimbulkan keresahan bagi masyarakat dan merusak citra budaya dan kohesi sosial di Bali. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi perilaku menyimpang dari wisatawan asing, dampaknya terhadap masyarakat lokal dan langkah-langkah yang telah dan dapat diambil untuk mengatasi masalah tersebut. Metodologi penelitian didasarkan pada pendekatan kualitatif, termasuk tinjauan literatur dan studi kasus pelanggaran norma budaya yang terjadi di Bali 5 tahun terakhir. Data dikumpulkan dari berita online yang relevan dan kemudian dianalisis secara tematik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelanggaran yang dilakukan oleh wisatawan asing, seperti penodaan tempat suci, pelanggaran aturan agama saat nipa, dan perilaku yang tidak pantas di tempat suci, disebabkan oleh kurangnya kesadaran budaya, kurangnya pendidikan, dan kurangnya pengawasan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pendidikan budaya multibahasa untuk wisatawan, peningkatan pengawasan dan penegakan hukum imigrasi yang ketat merupakan solusi untuk menjaga kesucian budaya Bali dalam menghadapi pariwisata global.</p>2025-06-13T00:00:00+07:00Copyright (c) 2025 Nusantara: Jurnal Pendidikan, Seni, Sains dan Sosial Humaniorahttp://journal.forikami.com/index.php/nusantara/article/view/927Konsep Keadilan Retributif dalam Penegakan Hukum :Tinjauan dari Para Tokoh-Tokoh2025-06-18T11:44:42+07:00Allief Fitrah HakimAllieffh21@gmail.comBrahmantyo A Tabraniepenulis@gmail.comRafly Rafsanajnipenulis@gmail.comM. Reza A Bahtiarsyahpenulis@gmail.com<p><em>The research problem in this journal is that retributive justice rarely receives attention in providing rights to victims of criminal acts of sexual violence. Legal defenders only focus on how to enforce sanctions against perpetrators of criminal acts of sexual violence, without paying attention to the rights of victims as stipulated in Article 5 of Law Number 31 of 2014. The aim of the research in this journal is to study and analyze the concept of retributive justice in Jeremy Bentham's perspective, its relevance is related to providing rights for victims of sexual violence and to researching and analyzing the legal consequences if retributive justice in Jeremy Bentham's perspective cannot be applied in providing rights for victims of sexual violence.The research method, namely in the form of research specifications used by the author, is descriptive analysis, while the approach method used by the author is normative juridical. The research stage carried out by the author was the library stage which consisted of primary, secondary and tertiary materials, then the field stage. The analytical method used by the author is qualitative juridical.The results of the research show that retributive justice in Jeremy Bentham's perspective is relevant in relation to the rights of victims of sexual violence, namely the emphasis on punishment commensurate with the crime committed so that retributive justice guarantees that victims of sexual violence have adequate access to justice, protection and support. The legal consequences if retributive justice in Jeremy Bentham's perspective cannot be applied in containing the rights of victims of sexual violence are a lack of justice, reduced community response, no deterrent effect, lack of recovery, and distrust of the justice system.</em></p>2025-06-23T00:00:00+07:00Copyright (c) 2025 Nusantara: Jurnal Pendidikan, Seni, Sains dan Sosial Humaniorahttp://journal.forikami.com/index.php/nusantara/article/view/959Retorika Aristoteles Dalam Argumentasi Hukum: Analisis Etos, Logos, Dan Pathos Dalam Praktik Peradilan2025-06-28T22:25:14+07:00Ramadhan sopianramadhansopian75@gmail.comHaris Haunan Fathurrahmanpenulis@gmail.com<p>Argumentasi hukum merupakan elemen fundamental dalam proses peradilan yang tidak hanya mengandalkan logika hukum, tetapi juga seni persuasi. Retorika Aristoteles dengan tiga elemen utama—etos, logos, dan pathos—masih relevan dalam praktik argumentasi hukum modern. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis penerapan trias retorika Aristotelian dalam argumentasi hukum di Indonesia. Menggunakan metode kualitatif berbasis kajian pustaka dan analisis wacana putusan pengadilan, penelitian ini mengidentifikasi bagaimana etos memengaruhi kredibilitas aktor hukum, bagaimana logos digunakan dalam konstruksi argumentasi berbasis bukti dan preseden, serta bagaimana pathos memainkan peran dalam membentuk respons emosional yang memengaruhi keputusan hukum. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketiga elemen ini tidak beroperasi secara terpisah, melainkan saling berinteraksi dalam membentuk argumentasi hukum yang persuasif. Penelitian ini merekomendasikan peningkatan pendidikan retorika dalam studi hukum untuk memperkuat efektivitas argumentasi di peradilan Indonesia.</p>2025-06-29T00:00:00+07:00Copyright (c) 2025 Nusantara: Jurnal Pendidikan, Seni, Sains dan Sosial Humaniorahttp://journal.forikami.com/index.php/nusantara/article/view/980Krisis Identitas pada Generasi Muda karena Dampak Globalisasi dan Media Sosial2025-07-01T10:41:20+07:00Ghaitsaa Zahraa Kathrina Sanjayaghaitsasanjaya16@gmail.comGladiolla Dian Celvianna Putripenulis@gmail.comJesbonpenulis@gmail.comNalla Taquysha Pasaribupenulis@gmail.com<p>Identity crisis among youth has become an increasingly prominent phenomenon in the era of globalization and the rapid development of social media. This study aims to analyze the impact of globalization and social media on the formation of youth identity in Indonesia. Using a literature review method, the study reveals that globalization and social media significantly shape the mindset, values, and behaviors of young people, often leading to identity confusion, a decline in nationalism, and a shift in local cultural values. The findings are expected to provide insights for parents, educators, and policymakers in formulating strategies to strengthen national identity amid globalization and digitalization</p>2025-07-01T00:00:00+07:00Copyright (c) 2025 Nusantara: Jurnal Pendidikan, Seni, Sains dan Sosial Humaniorahttp://journal.forikami.com/index.php/nusantara/article/view/870Efektivitas Sistem Pembuatan Rencana Makan dalam Memenuhi Nutrisi Berdasarkan Kalkulasi BMR dan TDEE bagi Mahasiswa Indekos2025-05-23T17:47:16+07:00Ceeley Richelaceeley.richela@student.pradita.ac.idEkahadi Luthfi Tedjaekahadi.luthfi@student.pradita.ac.idLuisa Haning Tyasluisa.haning@student.pradita.ac.id<p>Mahasiswa indekos sering menghadapi tantangan dalam menjaga pola makan yang sehat dan bergizi akibat <br>keterbatasan waktu, biaya, dan pengetahuan tentang gizi. Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan dan <br>mengevaluasi efektivitas sistem perencanaan makan yang berbasis kalkulasi Basal Metabolic Rate (BMR) dan <br>Total Daily Energy Expenditure (TDEE) dalam memenuhi kebutuhan gizi individu. Metode yang digunakan <br>meliputi studi literatur untuk menggunakan konsep kalkulasi Basal Metabolic Rate (BMR), Total Daily <br>Energy Expenditure (TDEE), dan acuan Dietary Reference Intake (DRI) micronutrients, serta survei terhadap <br>mahasiswa indekos sebagai pengguna sistem. Sistem dikembangkan dalam bentuk situs web berbasis Next.js <br>dan terintegrasi dengan Spoonacular API untuk menghasilkan rekomendasi menu yang sesuai kebutuhan <br>nutrisi pengguna. Hasil survei menunjukkan bahwa mayoritas responden merasa terbantu dalam memahami <br>dan merencanakan asupan gizinya, serta menilai sistem cukup mudah digunakan. Namun, ditemukan <br>beberapa kendala seperti kompleksitas menu dan antarmuka pengguna yang kurang intuitif. Oleh karena itu, <br>pengembangan lanjutan disarankan untuk menyederhanakan menu dan memperbaiki antarmuka demi <br>meningkatkan kenyamanan dan efektivitas penggunaan sistem. Sistem ini berpotensi menjadi sarana edukatif <br>dan praktis dalam mendukung gaya hidup sehat bagi mahasiswa indekos.</p>2025-06-07T00:00:00+07:00Copyright (c) 2025 Nusantara: Jurnal Pendidikan, Seni, Sains dan Sosial Humaniorahttp://journal.forikami.com/index.php/nusantara/article/view/905INOVASI PEMBELAJARAN BERBASIS TEKNOLOGi DALAM MEMBANGUN GENERASI CERDAS DI ERA DIGITAL2025-06-13T11:43:59+07:00Pius Petra Lovinnopius.petra@student.pradita.ac.idNicolas Julian Kurnia Purwantoropenulis@gmail.comGabriel Cupido Kurniawanpenulis@gmail.com<p>Inovasi pembelajaran berbasis teknologi merupakan komponen penting dalam membentuk generasi cerdas dan kompetitif di era digital. “Teknologi informasi telah mengubah paradigma pendidikan dengan memperluas akses, meningkatkan interaktivitas, serta memungkinkan personalisasi pembelajaran sesuai dengan kebutuhan individu”, sebagaimana ditunjukkan oleh (Luckin, R. 2018). Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi berbagai bentuk inovasi dalam pembelajaran berbasis teknologi, mengidentifikasi tantangan dalam penerapannya, dan menawarkan solusi strategis agar manfaatnya dapat dirasakan secara inklusif. Dengan menggunakan metode deskriptif kualitatif melalui studi literatur dan wawancara, penelitian ini menemukan bahwa integrasi teknologi seperti e-learning, kecerdasan buatan (AI), dan aplikasi mobile pendidikan mampu meningkatkan motivasi serta hasil belajar siswa secara signifikan. “Namun, tantangan seperti kesenjangan digital, kurangnya infrastruktur, serta keterbatasan sumber daya manusia masih menjadi hambatan dalam implementasinya. Oleh karena itu, kesiapan sumber daya manusia menjadi faktor kunci yang perlu diperkuat untuk memaksimalkan potensi teknologi dalam pendidikan.” (Purnasari & Sadewo, 2021) Pembelajaran berbasis teknologi memiliki peran strategis dalam menciptakan lingkungan belajar yang adaptif dan inklusif, sehingga penting untuk terus dikembangkan agar mampu bersaing dalam konteks pendidikan global.</p>2025-06-14T00:00:00+07:00Copyright (c) 2025 Nusantara: Jurnal Pendidikan, Seni, Sains dan Sosial Humaniorahttp://journal.forikami.com/index.php/nusantara/article/view/944Dewi Themis dan Feminisme Hukum : Peran Gender dalam Keadilan Hukum2025-06-26T07:39:11+07:00Angelia Nur Kh Zangelianurkhalida@gmail.comSyntia Nur Anisapenulis@gmail.comShellomita Auliapenulis@gmail.comNyoman Ayu Nadipenulis@gmail.comMohammad Alvi Pratamapenulis@gmail.com<p>Penelitian ini berfokus pada peran gender dalam keadilan hukum dengan peran Dewi Themis sebagai simbol keadilan dalam mitologi Yunani. Dewi Themis sering digambarkan dengan mata tertutup, timbangan, dan pedang. Hal ini melambangkan objektivitas, keseimbangan, dan kekuatan hukum. Namun, dalam praktiknya sistem hukum sering kali tidak netral terhadap gender. Penelitian ini dilakukan dengan menganalisis bagaimana konsep keadilan yang disimbolkan oleh Dewi Themis dapat dikaitkan dengan perspektif feminisme hukum dalam menghadapi ketidaksetaraan gender dalam sistem peradilan. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan historis yang menitik beratkan penggunaan bahan atau meteri penelitian data sekunder dengan di dukung oleh data kepustakaan tentang dewi Themis dan teori-teori feminisme hukum. penelitian ini mengungkap bagaimana bias gender masih mempengaruhi proses hukum serta bagaimana keadilan dapat diwujudkan secara lebih inklusif. Hasil penelitian menunjukan belum terpenuhinya sistem peradilan yang adil dan setara bagi seluruh individu tanpa diskriminasi berbasis gender.</p>2025-06-28T00:00:00+07:00Copyright (c) 2025 Nusantara: Jurnal Pendidikan, Seni, Sains dan Sosial Humaniorahttp://journal.forikami.com/index.php/nusantara/article/view/966Kritik Hukum Formal Terhadap Filasafat Hukum2025-06-29T08:47:56+07:00Aditya Candraadityacandra261@gmail.comBenhard Asri Sitohangpenulis@gmail.comAznur Mubanpenulis@gmail.com<p>Permasalahan dalam sistem hukum Indonesia saat ini adalah dominasi pendekatan hukum formal yang terlalu prosedural, mengakibatkan ketidakmampuan hukum menjawab kebutuhan keadilan substantif masyarakat. Tujuan penelitian ini adalah mengkritisi kecenderungan hukum formal dari perspektif filsafat hukum, terutama terhadap aliran positivisme hukum. Metode yang digunakan adalah studi pustaka dengan pendekatan yuridis-filosofis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hukum formal sering kali bersifat rigid dan mengabaikan nilai-nilai moral serta dinamika sosial yang diangkat oleh filsafat hukum progresif dan realisme hukum. Tokoh seperti H.L.A. Hart dan John Austin, yang menjadi pelopor positivisme hukum, memisahkan hukum dari moralitas, sedangkan Satjipto Rahardjo dan Oliver W. Holmes justru menekankan pentingnya dimensi sosial dan keadilan substantif. Simpulan dari kajian ini menyatakan bahwa dominasi hukum formal perlu dikritisi dan diseimbangkan dengan pendekatan filosofis yang lebih humanis dan kontekstual agar hukum mampu mencapai tujuan sosial yang lebih adil.</p>2025-06-29T00:00:00+07:00Copyright (c) 2025 Nusantara: Jurnal Pendidikan, Seni, Sains dan Sosial Humaniorahttp://journal.forikami.com/index.php/nusantara/article/view/888Penyalahgunaan Visa Turis Di Bali: Analisis Implementasi Hukum Keimigrasian Dan Kerangka Pancasila Dalam Kasus Overstay2025-06-11T07:53:28+07:00Erlin Widjajapenulis@gmail.comKezia Valerie Putri Erryantopenulis@gmail.comMeylin Nadine Natasyameylinnatasya@gmail.comVania Feliciapenulis@gmail.com<p>: Imigrasi adalah lembaga pemerintah yang bertanggung jawab untuk mengatur dan mengawasi orang yang masuk dan keluar dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Secara operasional, pos pengawasan imigrasi telah ditempatkan secara strategis di bandar udara internasional, pelabuhan laut, dan pos lintas batas darat di berbagai pintu masuk negara. Provinsi Bali melihat peningkatan jumlah turis internasional setiap hari sebagai destinasi wisata utama di Indonesia. Setelah fenomena ini, WNA mulai percaya bahwa hidup di Bali lebih murah daripada di negara asal mereka. Kondisi ini menyebabkan penyalahgunaan visa kunjungan dengan menginap lebih lama daripada yang diizinkan. Tujuan dari artikel ilmiah ini adalah untuk mempelajari bagaimana Peraturan Presiden Nomor 6 Tahun 2011 dan Peraturan Presiden Nomor 21 Tahun 2016 menerapkan penegakan hukum terhadap WNA. Pendekatan yang digunakan dalam artikel ini adalah metode kualitatif. Tindakan deportasi ini tidak hanya berdampak pada Warga Negara Indonesia (WNI), tetapi juga merupakan pelanggaran terhadap hukum Indonesia. Selain itu, tindakan berlebihan ini bertentangan dengan prinsip-prinsip utama yang terkandung dalam Pancasila, terutama sila kelima yang berbunyi "Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia”.</p>2025-06-12T00:00:00+07:00Copyright (c) 2025 Nusantara: Jurnal Pendidikan, Seni, Sains dan Sosial Humaniorahttp://journal.forikami.com/index.php/nusantara/article/view/925Hukuman Sebagai Alat Pencegah Kejahatan: Tinjauan Dari Perspektif Filsafat Hukum Bentham dan Kant2025-06-18T11:36:54+07:00Natjwa Nabilla Znatjwanabillazahra@gmail.comNashya Permata Putriepenulis@gmail.comFera Lisnawatipenulis@gmail.com<p><em>A</em><em>BSTRACT: </em><em>The ideas of Immanuel Kant and Jeremy Bentham regarding punishment reflect two distinct philosophical approaches. Kant defines punishment as a proportional retribution for a violation of the law, in line with the principle of retributivism. He asserts that punishment is not a means to achieve certain benefits, but rather a moral obligation based on the categorical imperative. Consequently, the death penalty for a murderer is considered a balanced form of justice.</em><em> </em><em>Meanwhile, Bentham, as a central figure in utilitarianism, views punishment as an instrument to prevent future crimes, both for the offender and for society at large. His perspective is rooted in the principle of The Greatest Happiness, which emphasizes collective benefit and welfare. Bentham’s thinking was influenced by earlier philosophers such as Protagoras, Epicurus, John Locke, and Thomas Hobbes, and it laid the groundwork for later utilitarian thinkers such as John Stuart Mill and Peter Singer.</em><em> </em><em>This paper aims to provide a deeper understanding of the concept of punishment as a tool for crime prevention by examining the views of two major philosophers: Jeremy Bentham and Immanuel Kant. Bentham, through a utilitarian approach, sees punishment as a means to prevent crime by maximizing happiness and minimizing societal suffering. In contrast, Kant, through a deontological approach, considers punishment a moral necessity based on the principle of justice, rather than on social utility.</em><em> </em><em>This scholarly article uses a qualitative research method with a literature study approach. Data are collected from various sources such as books, journals, and academic articles discussing the views of Jeremy Bentham and Immanuel Kant on punishment. The thoughts of Immanuel Kant and Jeremy Bentham reflect two differing approaches in legal philosophy: retributivism and utilitarianism. Kant believes that punishment is a moral response proportionate to the crime, based on the principle of the categorical imperative. Punishment must be imposed for the sake of justice, not for social purposes or crime prevention. On the other hand, Bentham argues that the goal of punishment is to prevent crime and promote societal welfare. Based on the principle of utility, punishment should serve as a deterrent, protect society, and be proportional to the harm caused by the offense.</em></p>2025-06-23T00:00:00+07:00Copyright (c) 2025 Nusantara: Jurnal Pendidikan, Seni, Sains dan Sosial Humaniorahttp://journal.forikami.com/index.php/nusantara/article/view/957Konsep Keadilan Restoratif Dalam Perspektif Teori Keadilan John Rawls2025-06-28T22:09:51+07:00Yolanda Felicia Ariantoyolandafeliciastudy1@gmail.comMelati Flanella Agustianipenulis@gmail.comSyalwa Shalzabillapenulis@gmail.comDanty Aina Mayangsaripenulis@gmail.com<p>Penelitian ini berfokus untuk mengkaji konsep keadilan restoratif ditinjau dari perspektif teori keadilan. Keadilan restoratif berfokus pada upaya pemulihan relasi sosial antara pelaku, korban dan masyarakat yang berbeda dengan keadilan retributif yang menitikberatkan pada pemberian sanksi lebih diuatamakan. Konsep ini bertujuan untuk mencapai keadilan yang tidak hanya bersifat retributif tetapi memberikan kesempatan bagi para pihak untuk memperbaiki keadaan. Dalam perspektif teori keadilan John Rawls terdapat dua prinsip keadilan yakni prinsip perbedaan (the difference principle) serta prinsip persamaan yang adil atas kesempatan (the principle the fair equality). Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dan mengetahui konsep keadilan restoratif dalam perspektif John Rawls serta mengetahui keselarasan antara konsep keadilan restoratif dengan teori keadilan menurut perspektif John Rawls. Metode penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan jenis penelitian studi literatur dan pendekatan konseptual dengan menganalisis kerangka pemikiran dan gagasan dari John Rawls. Sumber data sekunder diperoleh dari literatur buku dan penelitian-penelitian sebelumnya dengan topik yang relevan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsep keadilan restoratif sejalan dengan prinsip keadilan menurut John Rawls yang tercermin dalam keterlibatan semua pihak terkait korban, pelaku, dan komunitas dalam proses penyelesaian konflik secara adil. Prinsip kedua, yaitu perbedaan yang harus menguntungkan pihak yang paling rentan, selaras dengan fokus keadilan restoratif pada pemulihan korban dan rehabilitasi pelaku agar dapat kembali menjadi bagian dari masyarakat. Keadilan restoratif tidak hanya merupakan alternatif terhadap sistem peradilan pidana, tetapi juga merupakan wujud nyata dari keadilan yang berorientasi pada fairness sebagaimana digagas oleh John Rawls.</p>2025-06-29T00:00:00+07:00Copyright (c) 2025 Nusantara: Jurnal Pendidikan, Seni, Sains dan Sosial Humaniorahttp://journal.forikami.com/index.php/nusantara/article/view/978Rokonstruksi identitas di era globalisasi 2025-07-01T10:30:04+07:00Naaila Maulidina Putri Damaniknaailadamanik@gmail.comSyamsi Raja Raihan Maskubpenulis@gmail.comMuhammad Rakha Kenzapenulis@gmail.comJoy Gracia Gain Andra Napitupulupenulis@gmail.com<p>This article discusses how the identity of Indonesian citizenship is reconstructed amid the rapid pace of globalization. The focus is on changes in values, attitudes, and practices of Indonesian citizens in responding to global challenges such as information openness, international mobility, and cultural dominance. The study uses a qualitative descriptive approach with literature review as the primary source. The results show that the reconstruction is carried out through revitalization of Pancasila values, strengthening of civic education, and formation of a national identity that is adaptive but rooted in local culture.</p>2025-07-01T00:00:00+07:00Copyright (c) 2025 Nusantara: Jurnal Pendidikan, Seni, Sains dan Sosial Humaniorahttp://journal.forikami.com/index.php/nusantara/article/view/898Perbedaan Internet Addiction terhadap Pekerja dan Non-pekerja (Pengangguran) di Tangerang2025-06-13T11:24:52+07:00Stephanie Ludya Emmanuela Elimstephanie.ludyaemmanuela@student.upj.ac.idDiana Puspayantipenulis@gmail.comVeda Maura Anantipenulis@gmail.comChaca Veronica Sebenan Mooypenulis@gmail.com<p>Pesatnya perkembangan teknologi internet telah menghadirkan berbagai dampak, termasuk munculnya fenomena internet addiction, yaitu penggunaan internet secara berlebihan yang disertai dengan kontrol diri yang rendah. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perbedaan tingkat internet addiction antara individu pekerja dan non-pekerja di Tangerang. Penelitian dilakukan menggunakan strategi non-eksperimental dengan desain diferensial. Partisipan terdiri dari 320 partisipan (160 pekerja dan 160 non-pekerja), dipilih melalui metode sampling non-probability, dengan desain pengambilan quota sampling. Instrumen yang digunakan adalah Internet Addiction Scale (IAS) versi Indonesia, yang mengukur intensitas kecanduan internet. Analisis data dilakukan menggunakan uji t-test sampel independen untuk mengevaluasi perbedaan tingkat internet addiction antar kelompok. Hasil penelitian menunjukkan adanya perbedaan signifikan, di mana kelompok non-pekerja memiliki skor internet addiction yang lebih tinggi dibandingkan kelompok pekerja. Hasil ini menunjukkan bahwa perbedaan dalam aktivitas harian dapat memengaruhi tingkat penggunaan internet.</p>2025-06-14T00:00:00+07:00Copyright (c) 2025 Nusantara: Jurnal Pendidikan, Seni, Sains dan Sosial Humaniorahttp://journal.forikami.com/index.php/nusantara/article/view/940Keadilan Dalam Filsafat Hukum Menelusuri Konsep Hukum Yang Adil Dan Setara 2025-06-26T07:17:14+07:00Riantoriantorianto172@gmail.com<p>Keadilan adalah konsep yang terus berkembang seiring dengan perubahan sosial, politik, dan pemikiran manusia dan Masalah utama dalam penelitian ini adalah bagaimana pandangan tentang keadilan berubah dari zaman Yunani Kuno hingga pemikiran kontemporer dan tantangan penerapannya dalam sistem hukum modern. kemudian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi perbedaan pandangan tentang keadilan di berbagai era serta menganalisis tantangan dalam mewujudkan keadilan melalui hukum di masa kini. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode analisis literatur, mempelajari konsep-konsep keadilan dalam pemikiran dari zaman Yunani Kuno hingga kontemporer. Hasil penelitian menunjukkan bahwa keadilan dipahami dengan cara yang berbeda di setiap era; mulai dari keadilan sebagai kebajikan moral pada masa Yunani Kuno, keadilan yang berdasarkan hukum alam pada abad pertengahan, hingga keadilan yang lebih berfokus pada kesejahteraan sosial dan kesetaraan dalam pemikiran modern dan kontemporer. Tantangan utama dalam penerapan keadilan di masa kini adalah ketimpangan sosial dan perlindungan hak-hak kelompok rentan, yang membutuhkan pendekatan yang lebih inklusif dan adil dalam kebijakan hukum. Simpulan penelitian ini adalah bahwa keadilan adalah nilai dinamis yang harus terus disesuaikan dengan konteks sosial dan hukum zaman sekarang, dan pemahaman yang lebih adil perlu diterapkan dalam kebijakan hukum kontemporer untuk menciptakan masyarakat yang lebih setara dan berkeadilan.</p>2025-06-28T00:00:00+07:00Copyright (c) 2025 Nusantara: Jurnal Pendidikan, Seni, Sains dan Sosial Humaniorahttp://journal.forikami.com/index.php/nusantara/article/view/964Pemikiran John Locke tentang Hak Alamiah dan Masyarakat2025-06-29T08:19:15+07:00Rafi Caesario Rusmandaraficaesario216@gmail.comHanifa Mutiarani Iskandarpenulis@gmail.comDivia Zunfriska Irawanpenulis@gmail.comMohammad Alvi Pratamapenulis@gmail.com<p>Pemikiran John Locke tentang hak alamiah masyarakat ini merupakan sesuatu yang penting dalam berkembangnya konsep hak asasi manusia. Beliau berpendapat bahwa setiap makhluk hidup berhak atas hidupnya, kebebasan, dan kepemilikan. Hak ini selalu melekat di dalam hidup manusia dari sejak mereka lahir dan tidak dapat diambil alih oleh siapapun, dan beliau percaya bahwa setiap orang memiliki martabat yang setara karena manusia diciptakan dengan kemampuan nalar yang sama, sehingga setiap orang berhak untuk mencapai kebahagiaan dan melindungi mereka sendiri. Menurut Locke, masyarakat terbentuk melalui kontrak sosial, yaitu kesepakatan antara individu untuk menjaga keseimbangan hak alamiah dengan kewajiban bersama demi terciptanya perdamaian dan ketertiban. Kontrak sosial ini memungkinkan pembentukan pemerintahan yang bertanggung jawab melindungi hak-hak dasar tersebut. Dengan demikian, negara bukanlah sumber hak, melainkan pelindung hak-hak yang sudah melekat pada manusia. Metode Penelitian yang kita ambil termasuk metode penelitian deskriptif pendekatan historis yang dimana pendekatan historis ini pendekatan dengan melihat kesejarahan nya dan pemahaman terhadap sejarah pemikiran, politik, dan sosial, ekonomi dalam hubungannya dengan pengarang dan isi naskah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana hubungan hak alamiah menurut John Locke serta bagaimana John Locke menghubungkan prinsip tentang hak alamiah dalam masyarakat. Masyarakat muncul disebabkan karena adanya kontrak sosial dan hak alamiah yang diseimbangkan dan disetujui oleh banyaknya individu yang menghasilkan pedamaian antar individu di wilayah tersebut.</p>2025-06-30T00:00:00+07:00Copyright (c) 2025 Nusantara: Jurnal Pendidikan, Seni, Sains dan Sosial Humaniorahttp://journal.forikami.com/index.php/nusantara/article/view/886Penggusuran dan Hak Masyarakat Adat: Analisis Pelanggaran HAM Dalam Proyek Mandalika2025-06-10T21:37:40+07:00Violen Helianolitapenulis@gmail.comDaniel Axel Gerritspenulis@gmail.comElyshiapenulis@gmail.comTalitha Ferina Aileen Fauzitalitha.ferina@student.pradita.ac.idRivaldopenulis@gmail.com<p>Pembangunan Sirkuit Mandalika sebagai bagian dari Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Mandalika di Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat, telah memunculkan berbagai pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) terhadap masyarakat adat Sasak. Proyek senilai Rp8,9 triliun ini ditengarai mengabaikan prinsip Free, Prior, and Informed Consent (FPIC), dengan pengadaan lahan tanpa persetujuan mayoritas warga, sosialisasi dalam bahasa yang tidak dipahami, serta kompensasi yang diputuskan sepihak dan tidak adil. Studi ini menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif dan metode studi literatur untuk menganalisis dampak proyek terhadap hak ulayat, kehidupan sosial budaya, serta akses ekonomi masyarakat adat. Temuan menunjukkan adanya penggusuran paksa, intimidasi, dan manipulasi administrasi pertanahan yang melibatkan aparat desa dan instansi pemerintah. Selain kehilangan tanah dan sumber penghidupan, masyarakat Sasak mengalami marginalisasi struktural akibat lemahnya perlindungan hukum dan tidak responsifnya saluran pengaduan. Penelitian ini menegaskan bahwa pembangunan tanpa keadilan sosial dan partisipasi publik dapat memperkuat ketimpangan, serta mengabaikan keberlanjutan budaya dan hak-hak masyarakat adat.</p>2025-06-12T00:00:00+07:00Copyright (c) 2025 Nusantara: Jurnal Pendidikan, Seni, Sains dan Sosial Humaniorahttp://journal.forikami.com/index.php/nusantara/article/view/912Pelanggaran Hak dan Batasan Warga Negara Asing: Studi Kasus Pemandu Wisata Ilegal di Bali2025-06-13T12:05:41+07:00Lianny Pangesalianny.pangesa@student.pradita.ac.idAlvey Davelinopenulis@gmail.comDerick Tayindrapenulis@gmail.comStantio Rekino Yukipenulis@gmail.com<p>Pariwisata merupakan sektor unggulan yang memberikan kontribusi besar terhadap perekonomian Bali. Pemandu wisata menjadi salah satu elemen kunci dalam industri ini, karena mereka berperan sebagai penghubung antara wisatawan dan budaya lokal, sekaligus menjaga kenyamanan serta kualitas pengalaman wisata. Namun, munculnya praktik pemanduan wisata ilegal oleh warga negara asing (WNA) menjadi permasalahan serius yang mengancam profesionalisme dan keberlanjutan sektor ini. Kasus penangkapan seorang WNA di Bali yang bekerja sebagai pemandu wisata tanpa izin mencerminkan berbagai bentuk pelanggaran, mulai dari ketidakpatuhan terhadap regulasi keimigrasian dan ketenagakerjaan, hingga potensi penyebaran informasi budaya yang keliru. Selain itu, keberadaan pemandu ilegal juga memicu persaingan tidak sehat dengan tenaga kerja lokal dan menghilangkan potensi pemasukan pajak daerah. Fenomena ini menegaskan perlunya penegakan hukum yang konsisten, pengawasan yang lebih ketat, serta peningkatan kesadaran akan pentingnya sertifikasi dan izin resmi dalam menjalankan profesi pemandu wisata. Dengan penanganan yang tepat, Bali dapat mempertahankan citra pariwisata berkualitas dan profesional, sekaligus melindungi kepentingan masyarakat lokal dalam menghadapi tantangan globalisasi di sektor pariwisata.</p>2025-06-13T00:00:00+07:00Copyright (c) 2025 Nusantara: Jurnal Pendidikan, Seni, Sains dan Sosial Humaniorahttp://journal.forikami.com/index.php/nusantara/article/view/955Dampak Korupsi terhadap Pembangunan Ekonomi Nasional2025-06-28T14:03:05+07:00Siti Aisha Nur Ramadhaniramadhaniaishaa14@gmail.comKessya Cahya Malikapenulis@gmail.comYavina Anna Putri Ramadhantipenulis@gmail.comAflaha Oinori Hafinapenulis@gmail.com<p>Corruption remains one of the most significant obstacles to sustainable economic development in Indonesia. Despite the country’s abundant natural resources and large market potential, corruption continues to undermine economic growth, undermine social welfare, and hinder equitable resource allocation. This study aims to explore in depth how corruption affects the economic development process in Indonesia, highlighting the underlying social, institutional, and structural dynamics. Using a qualitative descriptive approach, this study relies on analysis of various scientific literature, policy documents, international agency reports, and mass media to identify patterns and impacts of corruption on vital sectors such as infrastructure, education, and health. The analysis shows that corruption exacerbates social inequality, weakens governance, and undermines the foundations of sustainable development. This study emphasizes the importance of transparency, strict law enforcement, and public participation as key strategies in eradicating corruption and promoting equitable and inclusive economic development.</p>2025-06-30T00:00:00+07:00Copyright (c) 2025 Nusantara: Jurnal Pendidikan, Seni, Sains dan Sosial Humaniorahttp://journal.forikami.com/index.php/nusantara/article/view/971Peran Hukum Progresif Dalam Mencari Keadilan Menurut Satjipto Rahardjo2025-06-29T09:21:28+07:00Azka Afdhalul Rizqullahazka.afdhalul43@gmail.comAndre Fernando Situmorangpenulis@gmail.comFraja Mulya Dwi Baktpenulis@gmail.comBintang Alfath Richard Hukumpenulis@gmail.com<p><em>This research analyzes the role of progressive law in achieving justice, specifically based on Satjipto Rahardjo's thinking. Law in Indonesia is often used for certain interests and legalizes actions that injure the value of justice, making it a mere tool, not a goal. The idea of progressive law was born from Satjipto Rahardjo's concerns about the legalistic-positivistic legal conditions in Indonesia. He emphasized that the law exists for humans, for their happiness and welfare. Progressive law means law that dares to make breakthroughs in theory and practice, prioritizing law enforcement with spiritual intelligence, determination, empathy, dedication, and courage to look for other ways. The goal is to liberate the law so that it can serve humans and humanity, without engineering or favoritism. In achieving justice, progressive law encourages legal actors to interpret legal texts beyond mere logic, answering dynamic societal problems with static legal containers. The case of Nenek Asyani shows the relevance of progressive law, where law enforcers should interpret the law to serve justice and humanity, because law is a tool, not a goal.</em></p>2025-06-30T00:00:00+07:00Copyright (c) 2025 Nusantara: Jurnal Pendidikan, Seni, Sains dan Sosial Humaniorahttp://journal.forikami.com/index.php/nusantara/article/view/893Dampak Pengaruh Taman Hiburan Hibisc Terhadap Lingkungan2025-06-11T08:16:07+07:00Nur Hadinur.hadi@student.pradita.ac.idVega Aldiopenulis@gmail.comAmadeus Moreno Wijayapenulis@gmail.comDevlin Leandropenulis@gmail.com<p>Lingkungan hijau yang seharusnya menjadi suatu kebahagiaan untuk banyak masyarakat, mau masyarakat lokal ataupun wisatawan yang harusnya di jaga agar menjadi daya Tarik sebuah daerah tersebut maupun menjadi nilai plus agar daerah yang hijau memberikan sebuah keindahan untuk di pandang. Hal itu banyak mencuri perhatian para petinggi daerah yang memiliki hawa nafsu akan lahan luas untuk di ubah menjadi suatu bangunan yang merugikn warga sekitanya dan berdampak akan terjadinya banjir di kawaan tersebut, seperti kasus yang terjadi pada Taman Hiburan Hibisc yang terjadi di puncak bogor. Maka dari itu penelitian ini menjadi bentuk untuk memberikan sebuah contoh nyata yang sudah terjadi. Dalam metode peneletian yang kami gunankan menggunakan metode kualitatif dan empiris. Kami juga langsung mengadakan observasi terhadap kawasan tersebut dengan mewaancarai warga lokal dan kantor desa. Dalam kasus yang kami bahas memiliki nilai yang melanggar nilai etika lingkungan dan etika egoism.</p>2025-06-13T00:00:00+07:00Copyright (c) 2025 Nusantara: Jurnal Pendidikan, Seni, Sains dan Sosial Humaniorahttp://journal.forikami.com/index.php/nusantara/article/view/937Pendidikan Hak Asasi Manusia dalam Perspektif Paulo Freire2025-06-24T23:49:43+07:00Gincya Azifqi Giardinnigincyaazifqi30@gmail.comRetno Ayu Raditapenulis@gmail.com<p>Pendidikan merupakan langkah awal bagi seseorang mengenal mengenai pengetahuan-pengetahuan yang ada di dunia. Lalu pada pengenalan mengenai pengetahuan terhadap hak asasi manusia ini bertujuan agar kita mengenal mengenai hak-hak yang telah diberikan oleh sang pencipta sejak manusia lahir. Namun, kenyataan pada implementasi pengenalan pendidikan hak asasi manusia ini hanya menjadi suatu subjek pengetahuan yang kaku tanpa memberikan makna pembelajaran yang sesungguhnya atau suatu permasalahan realitanya, dikarenakan metode pembelajaran pendidikan yang masih membiarkan untuk murid sebagai penerima pengetahuan untuk pasif dan statis, hal ini dapat mengakibatkan kekurangan kesadaran kritis akan realitas yang ada di dunia yang dinamis. Tujuan utama penelitian ini adalah untuk menganalisis penerapan pandangan Paulo Freire mengenai pendidikan tersebut pada hak asasi manusia yang dapat memberikan penyelesaian akan ketimpangan masalah terhadap humanisasi. Metode penelitian pada artikel ini menggunakan metode kualitatif studi pustaka. Tahapan penelitian dilaksanakan dengan menggali sumber kepustakaan secara sekunder. penelitian ini dilakukan melalui kualifikasi data berdasarkan formula penelitian Proses analisis data dilakukan dengan menggunakan data primer yang diperoleh melalui tahapan studi berbagai literatur. Kemudian data ini diolah dan dianalisis untuk menghasilkan kesimpulan yang relevan dalam mendukung proses pengambilan keputusan. Studi literatur digunakan untuk meninjau berbagai referensi dan arsip yang berkaitan dengan penelitian ini. Hasil yang didapatkan dari penelitian ini adalah bahwa pendidikan merupakan hal penting yang mampu membebaskan manusia dari belenggu penindasan dan menghadirkan hak penting yang dimiliki setiap manusia. Oleh karena itu, kesimpulan dari penelitian ini adalah mengenai pandangan ideal dari Paulo Freire terhadap pendidikan hak asasi manusia.</p>2025-06-25T00:00:00+07:00Copyright (c) 2025 Nusantara: Jurnal Pendidikan, Seni, Sains dan Sosial Humaniorahttp://journal.forikami.com/index.php/nusantara/article/view/962Filsafat Hukum Utilitarianisme dan Reintegrasi Narapidana: Antara Hak dan Kewajiban2025-06-28T22:42:43+07:00Mathilda Kholetha Dian Wijayamathildakholetha@gmail.comAdila Virda Kinayunganpenulis@gmail.comPutri Kartika Dewipenulis@gmail.comMohammad Alvi Pratamapenulis@gmail.com<p>Filsafat hukum utilitarianisme menekankan bahwa hukum harus memberikan manfaat terbesar bagi banyak orang. Dalam konteks pemasyarakatan, pemenuhan hak narapidana berperan penting dalam memastikan kepastian hukum dan mendukung reintegrasi sosial. Penelitian ini mengkaji penerapan hak dan kewajiban narapidana melalui perspektif utilitarianisme, yang menilai kebijakan hukum berdasarkan dampaknya terhadap kesejahteraan bersama. Metode yang digunakan adalah yuridis normatif dengan analisis literatur, seperti jurnal dan artikel hukum, guna memahami pengaruh utilitarianisme dalam perkembangan hukum serta pembentukan kebijakan pemasyarakatan. Prinsip ini menekankan bahwa sistem pemasyarakatan yang adil dan manusiawi tidak hanya melindungi hak narapidana, tetapi juga menciptakan manfaat maksimal bagi masyarakat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penghargaan terhadap hak-hak tahanan, seperti akses pendidikan, pelayanan kesehatan, dan perlakuan yang adil, sangat penting dalam proses rehabilitasi yang berhasil dan dapat menurunkan angka ulang kejahatan. Dengan menekankan kesejahteraan bersama, prinsip utilitarianisme bisa menjadi dasar untuk membangun sistem pemasyarakatan yang lebih manusiawi, adil, dan memberikan efek positif bagi masyarakat secara keseluruhan.</p>2025-06-30T00:00:00+07:00Copyright (c) 2025 Nusantara: Jurnal Pendidikan, Seni, Sains dan Sosial Humaniorahttp://journal.forikami.com/index.php/nusantara/article/view/880EVALUASI KEBIJAKAN KONSUMSI DAN PRODUKSI BERKELANJUTAN DI INDONESIA: STUDI KASUS PADA REGULASI PEMERINTAH 2025-06-05T11:45:40+07:00Celine Taasiringancelinemercytaasiringan@gmail.comCindy Ambiyaraliandraliaa@gmail.com<p>Indonesia menghadapi tantangan kompleks dalam menerapkan pola konsumsi dan produksi berkelanjutan (SCP) sebagai bahan dari komitmen global Sustainable Development Goals (SDGs). Penelitian ini menganalisis efektivitas kebijakan SCP di Indonesia periode 2017-2024, dengan fokus pada implementasi Perpres No. 59/2017 tentang SDGs dan regulasi turunannya. Menggunakan metode analisis kebijakan kualitatif, studi ini mengkaji dokumen resmi pemerintah, laporan implementasi Bappenas, serta data sekunder dari KLHK dan UNDP. Temuan utama mengungkap tiga isu kritis: (1) disparitas implementasi antara sektor industri besar dan UMKM, (2) rendahnya efektivitas pengawasan daerah, dan (3) kesenjangan kesadaran masyarakat perkotaan versus pedesaan. Studi ini merekomendasikan pendekatan berbasis bukti untuk memperkuat insentif ekonomi, peningkatan kapasitas pemerintah daerah, dan integrasi pendidikan lingkungan dalam kurikulum nasional. Temuan ini memberikan kontribusi penting bagi penyempurnaan kerangka regulasi SCP di negara berkembang dengan karakteristik sosio-ekonomi mirip Indonesia</p>2025-06-13T00:00:00+07:00Copyright (c) 2025 Nusantara: Jurnal Pendidikan, Seni, Sains dan Sosial Humaniorahttp://journal.forikami.com/index.php/nusantara/article/view/909Perundungan oleh Anak Pejabat di Sekolah Analisis Etika Sosial dan Pengaruh Status Kelas Sosial2025-06-13T11:57:19+07:00Hilman Dhia Damanhurihilman.dhia@student.pradita.ac.idSharon Janice Nathaniapenulis@gmail.comJeremy Clementpenulis@gmail.comKenrick Feliciano Saputrapenulis@gmail.comKuny Humayrohpenulis@gmail.com<p>Kekerasan yang dilakukan terhadap anak di bawah umur dan anak kepada umumnya dirasakan sebagai perilaku yang menyimpang dari norma-norma sosial, yang merujuk pada perilaku sosial yang menyimpang dari kaidah dan tatanan yang ada. Pelanggaran hukum yang dilakukan dalam kekerasan fisik merupakan kasus hukum yang sangat konkret. Yang sering terjadi adalah murid yang berstatus anak pejabat sering kali melakukan tindakan bullying karena merasa di atas hukum. Tujuan penelitian adalah untuk menganalisis kasus bullying yang sering terjadi antara murid di sekolah, terutama tentang etika yang terkait serta pengaruhnya status kelas sosial. Penelitian ini menggunakan metode studi banding diantara 2 kasus dan mengumpulkan tipe data kualitatif. Dari hasil penelitian dapat terlihat bahwa bullying melanggar etis sosial dan harus dihukum sesuai dengan hukum yang ada tanpa melihat status sosial dari kedua pihak. Dampak bullying terhadap anak murid dapat menimbulkan kerusakan permanen terhadap kepribadian mereka dan sekolah pada zaman ini harus membuat langkah untuk mencegah adanya penyebaran tindakan bullying di antara lingkungan sekolah.</p>2025-06-14T00:00:00+07:00Copyright (c) 2025 Nusantara: Jurnal Pendidikan, Seni, Sains dan Sosial Humaniorahttp://journal.forikami.com/index.php/nusantara/article/view/948Analisis Kritis Terhadap Konsep Hukuman Dalam Pemikiran John Austin2025-06-26T08:12:47+07:00Wili Azhari Muhamad Husenwiliazhari03@gmail.comPitriyanipenulis@gmail.comLaila Syal Sabilapenulis@gmail.comSalsabilla Putri Neisapenulis@gmail.comMohammad Alvi Pratamapenulis@gmail.com<p>John Austin, adalah tokoh yang sangat berpengaruh terhadap perkembangan ilmu hukum di dunia ini yang menganut pemikiran positivisme hukum. Austin menarik garis pemisah tegas antara hukum dan moral, lalu mendasarkan pada validitas hukum seluruhnya pada kenyataan faktual empiris kedaulatan seorang penguasa. Metode penelitian dalam jurnal ini adalah spesifikasi penelitian yang digunakan adalah analisis deskriptif. Pendekatan normatif dalam penelitian hukum ini difokuskan pendeketan konseptual komperatif. Tahap penelitian yang dilakukan melibatkan tahap penelitian kepustakaan. Dan metode analisis yang digunakan adalah yuridis kualitatif. Hasil penelitian yang didapatkan adalah pertama Biografi singkat mengenai pemikiran John Austin menunjukkan bahwa ia adalah seorang teoritikus hukum Inggris yang lahir pada tahun 1790 dan berkembang dalam konteks sosialpolitik abad ke-19 yang bergolak, yang setelah gagal sebagai praktisi hukum dan dosen, menemukan pengaruh intelektualnya dalam lingkaran utilitarianisme Jeremy Bentham, mendalami hukum Romawi dan perdata modern di Jerman, serta melalui karya terkenalnya The Province of Jurisprudence Determined merumuskan teori positivisme hukum yang memisahkan hukum dari moralitas dan menekankan hukum sebagai perintah berdaulat yang disertai sanksi, menjadikannya tokoh sentral dalam fondasi pemikiran hukum positif di Inggris meskipun semasa hidupnya tidak banyak memperoleh pengakuan akademis secara langsung. Dan kedua, kritik terhadap konsep hukuman dalam pemikiran John Austin dikaitkan dengan positivisme hukum adalah bahwa pandangannya yang mereduksi hukum semata-mata sebagai perintah dari pihak berdaulat yang disertai sanksi koersif mengabaikan kompleksitas fungsi hukum modern yang tidak selalu bergantung pada paksaan, mengesampingkan norma-norma hukum yang bersifat preventif atau fasilitatif, serta menolak penggunaan insentif positif seperti penghargaan (reward) sebagai mekanisme hukum yang sah, sehingga pendekatannya dianggap terlalu sempit, tidak adaptif terhadap dinamika hukum kontemporer, dan gagal menangkap dimensi normatif serta peran hukum dalam mengarahkan perilaku sosial secara lebih holistik.</p>2025-06-28T00:00:00+07:00Copyright (c) 2025 Nusantara: Jurnal Pendidikan, Seni, Sains dan Sosial Humaniorahttp://journal.forikami.com/index.php/nusantara/article/view/969Konsep Positivisme Hukum John Austin: Paradigma Hukum Modern 2025-06-29T09:11:20+07:00Fendy Pradana Saputrapenulis@gmail.comRegina Amalia Putriamaliaputriregina@gmail.conAzka Farida Putri Hindrawanpenulis@gmail.com<p>Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memahami hukum positif adalah yang berasal dari sesuatu atau seseorang yang berdaulat atau sovereign. Hukum positif berisi perintah dan sanksi yang ditetapkan oleh yang berdaulat. Menurut Austin, yang dapat dikategorikan sebagai hukum positif adalah produk hukum negara karena ditetapkan oleh negara yang berdaulat namun muncul kritik bahwa konsep sovereign tidak demokratis atau menghindari aspirasi masyarakat karena hukum atau perintah merupakan kehendak secara sepihak dari penguasa sehingga menghindarkan moral, etika, agama dalam keadilan. Oleh karena itu penting dalam hukum positif gagasan John Austin terhadap proses perundang-undangan untuk menggali lebih dalam mulai dari perencanaan, pembahasan, pengesahan sehingga menjadi kesempatan bagi semua pihak untuk menyampaikan aspirasi dalam suatu perancangan undang- undang. Melalui pendekatan filsafat hukum, penelitian ini menunjukkan bahwa paradigma positivisme hukum kurang relevan dalam sistem hukum Indonesia yang heterogen, di mana aspek sosial, politik, ekonomi, dan nilai-nilai agama berperan penting. Artikel ini mengemukakan pendapat bahwa hukum tidak bisa sepenuhnya terpisah dari moralitas dan etika, serta menyoroti pentingnya mencari keseimbangan antara kepastian hukum, keadilan, dan manfaat dalam pelaksanaan hukum.</p>2025-06-30T00:00:00+07:00Copyright (c) 2025 Nusantara: Jurnal Pendidikan, Seni, Sains dan Sosial Humaniorahttp://journal.forikami.com/index.php/nusantara/article/view/891Dampak Ulasan Makanan oleh Food Vlogger Terhadap Reputasi Restoran Yang Bersangkutan2025-06-11T08:04:27+07:00Marcia Febriyanimarcia.febriyani@student.pradita.ac.idDara Dolorosapenulis@gmail.comSteffi Monica Dewipenulis@gmail.comRendy Saputrapenulis@gmail.comReynara Deandra Fayzapenulis@gmail.com<p>Banyak konten vlogger yang mengulas makanan. Akan tetapi, penggunaan kata-kata yang tidak etis dan menjatuhkan, tanpa mempertimbangkan dampak negatif terhadap pemilik usaha kuliner yang diulas. Kurangnya pemahaman terhadap etika berkomunikasi dalam mengulas makanan di media sosial dapat menimbulkan risiko reputasi, finansial, hingga pemutusan hubungan kerja. Penelitian ini bertujuan menentukan apakah etis bagi pengulas makanan memberikan ulasan negatif tanpa memberi kesempatan klarifikasi dari pihak pemilik usaha kuliner terlebih dahulu, dan bagaimana kritik makanan yang tidak etis berdampak terhadap pemilik bisnis, karyawan, dan komunitas kuliner secara keseluruhan. Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif dengan mengumpulkan data observasi yang dikumpulkan dari artikel, jurnal, sosial media dan berita, bukan berupa angka atau statistik. Menggunakan pendekatan normatif dan empiris, dengan jenis penelitian studi literatur. Dari hasil penelitian, ulasan negatif dengan penyampaian yang tidak etis dapat merusak reputasi pemilik usaha kuliner dan menimbulkan kerugian besar, selain itu juga dapat menjadi suatu ancaman dalam mata pencahariaan masyarakat. Namun, jika dilakukan dengan penyampaian yang baik dan memberikan ulasan yang membangun dengan penyampaian yang etis, ulasan dari food vlogger dapat memberikan dampak positif, seperti meningkatkan kualitas layanan dan popularitas usaha. Studi ini menekankan pentingnya tanggung jawab moral food vlogger dan komunikasi kepada pihak usaha sebelum mempublikasi ulasan.</p>2025-06-13T00:00:00+07:00Copyright (c) 2025 Nusantara: Jurnal Pendidikan, Seni, Sains dan Sosial Humaniorahttp://journal.forikami.com/index.php/nusantara/article/view/929FILSAFAT HUKUM DAN KEADILAN SOSIAL: ANALISIS TEORITIS TENTANG PERAN HUKUM DALAM MEWUJUDKAN KESEJAHTERAAN MASYARAKA2025-06-18T11:49:27+07:00Rian Hidayatulloh Garuda Nusantarariyanhgn123@gmail.comNadhif Tanzil Haikal Harahappenulis@gmail.comRian Hidayatulloh Garuda Nusantarapenulis@gmail.com<p><em>A fundamental problem in today’s legal system is the tendency to treat law merely as a tool for social control, emphasizing formal certainty without adequately addressing the dimensions of social justice and the needs of vulnerable groups. This results in inequality in the distribution of justice and a disconnection between positive law and the social values that live within society. This study aims to explore the theoretical dimensions of legal philosophy that position social justice as a central orientation, and to formulate how a legal system can be constructed to support the development of societal welfare. The method used is a conceptual approach through a literature review, analyzing the thoughts of legal philosophers—both classical, such as Aristotle and Thomas Aquinas, and contemporary figures like John Rawls and Amartya Sen. The research focuses on interpreting law within the frameworks of ethics, morality, and principles of distributive justice. The results show that an ideal legal system does not merely guarantee formal legal certainty, but functions substantively to address social needs and rectify structural inequalities within society. In conclusion, a just legal system is one that is dynamic and grounded in the living social values of the community, sides with vulnerable groups, and is capable of realizing the principle of social justice as a fundamental foundation for national legal development. </em></p>2025-06-23T00:00:00+07:00Copyright (c) 2025 Nusantara: Jurnal Pendidikan, Seni, Sains dan Sosial Humaniorahttp://journal.forikami.com/index.php/nusantara/article/view/960Konsep Hukum Alam Dalam Pemikiran Stoa: Menelusuri Pengaruh Pemikiran Stoa pada Perkembangan Konsep Hak Asasi Manusia2025-06-28T22:30:43+07:00Maandagleana Nathaya Enayaburtner@gmail.comRenaldy Maulana Wahabpenulis@gmail.comAurellia Recka Putripenulis@gmail.comTidar Nurramdanpenulis@gmail.com<p>Filsafat Stoa memiliki kontribusi penting dalam perkembangan konsep hukum alam dan hak asasi manusia. Namun, pemahaman mendalam mengenai bagaimana konsep hukum alam dalam Stoikisme diterapkan dan memengaruhi pemikiran modern masih perlu dikaji secara komprehensif. Artikel ini bertujuan untuk mengkaji konsep hukum alam menurut Stoikisme serta pengaruhnya terhadap kemunculan ide hak asasi manusia. Metode yang digunakan adalah pendekatan historis dan filosofis dengan menelaah karya-karya filsuf Stoa utama seperti Zeno dari Citium, Seneca, dan Cicero, serta menghubungkannya dengan pemikiran hukum alam pada era modern, khususnya teori John Locke. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Stoikisme menempatkan hukum alam sebagai hukum universal yang bersumber dari rasionalitas universal (logos), yang menegaskan nilai moral yang sama bagi semua manusia tanpa memandang status sosial. Pemikiran ini menjadi dasar etis bagi teori hak-hak alamiah yang berkembang dan menjadi fondasi penting bagi pengakuan hak asasi manusia secara internasional. Simpulan dari penelitian ini adalah bahwa Stoikisme tidak hanya membentuk konsep hukum alam, tetapi juga menyediakan landasan etis yang relevan dan kuat untuk perlindungan hak-hak individu dalam konteks hukum kontemporer. Dengan demikian, pemikiran Stoa tetap memiliki peranan penting dalam diskursus hukum dan hak asasi manusia saat ini.</p>2025-06-29T00:00:00+07:00Copyright (c) 2025 Nusantara: Jurnal Pendidikan, Seni, Sains dan Sosial Humaniorahttp://journal.forikami.com/index.php/nusantara/article/view/872Pengaruh Perubahan Iklim terhadap Ketersediaan dan Margin Harga Bahan Pokok dan Pangan2025-05-26T15:37:35+07:00William She Putra William She Putrawilliam.she@student.pradita.ac.idTimothy Albert Pratama Timothy Albert Pratamatimothy.albert@student.pradita.ac.idMiko Afrian Perey Miko Afrian Pereymiko.afrian@student.pradita.ac.id<p>Perubahan iklim telah menjadi salah satu tantangan global yang mempengaruhi berbagai sektor, termasuk sektor pertanian dan ketahanan pangan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dampak perubahan iklim terhadap ketersediaan bahan pokok dan pangan serta margin harga di berbagai wilayah. Data sekunder diperoleh dari sumber-sumber terkait seperti laporan cuaca, produksi pangan, dan harga pasar selama beberapa tahun terakhir. Metode analisis regresi berganda digunakan untuk mengidentifikasi hubungan antara variabel iklim seperti suhu, curah hujan, dan anomali cuaca dengan tingkat produksi pangan dan fluktuasi harga. Hasil penelitian menunjukkan bahwa peningkatan suhu rata-rata dan perubahan pola curah hujan secara signifikan berpengaruh terhadap penurunan produksi pangan, yang pada akhirnya memicu kenaikan harga bahan pokok. Selain itu, margin harga cenderung meningkat di daerah yang terdampak lebih parah oleh perubahan iklim. Implikasi dari temuan ini menegaskan pentingnya strategi adaptasi dan mitigasi yang efektif, termasuk pengembangan teknologi pertanian yang tahan terhadap iklim ekstrim serta kebijakan stabilisasi harga pangan. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi bagi pengambil kebijakan dalam merancang program ketahanan pangan yang berkelanjutan di tengah ancaman perubahan iklim.</p>2025-05-28T00:00:00+07:00Copyright (c) 2025 Nusantara: Jurnal Pendidikan, Seni, Sains dan Sosial Humaniorahttp://journal.forikami.com/index.php/nusantara/article/view/906Tarot Antara Ilmu dan Pseudo Science: Perspektif dalam Etika Bisnis dan Moralitas2025-06-13T11:46:10+07:00jennifer aureliajennifer.aurelia@student.pradita.ac.idArdhianita Zalfa Cahyanipenulis@gmail.comDinah Diyanah Inawanpenulis@gmail.comRama Bayu Saputrapenulis@gmail.com<p>Praktik pembacaan tarot kini kian menjamur terutama di kalangan anak muda yang mencari arah hidup lewat media sosial. Namun dibalik popularitasnya, muncul pertanyaan penting mengenai apakah tarot dapat dianggap sebagai ilmu pengetahuan atau hanya sekadar kepercayaan tanpa dasar ilmiah (pseudo-science)? dan jika benar bersifat spekulatif, apakah etis praktik ini diperjualbelikan? Penelitian ini bertujuan untuk mengupas kedudukan tarot dalam pandangan keilmuan serta meninjau praktik komersialisasinya dari sudut pandang etika bisnis dan moralitas. Dengan metode kualitatif, studi ini memadukan kajian literatur dan observasi lapangan melalui media digital serta wawancara informal dengan seorang praktisi tarot digital . Hasil penelitian menunjukkan bahwa tarot tidak memenuhi standar sebagai ilmu pengetahuan karena tidak dapat diuji secara objektif dan lebih bergantung pada intuisi personal. Dari sisi etika bisnis, praktik ini menimbulkan kekhawatiran karena berisiko menyesatkan konsumen tanpa penjelasan yang jujur. Sementara itu, secara moral, tindakan memperjualbelikan sesuatu yang tak pasti tanpa transparansi dinilai tidak bertanggung jawab. Dengan demikian, meski tampak menarik dan menghibur, praktik jual beli tarot perlu dikaji ulang agar tidak melanggar prinsip etis dalam interaksi sosial maupun komersial.</p>2025-06-14T00:00:00+07:00Copyright (c) 2025 Nusantara: Jurnal Pendidikan, Seni, Sains dan Sosial Humaniorahttp://journal.forikami.com/index.php/nusantara/article/view/945Konsep Dan Tipe Keadilan Dalam Pemikiran Aristoteles 2025-06-26T07:42:57+07:00Maulla Jasminemonafidaj1@gmail.comDyani Otichpenulis@gmail.comR.Wahyu Setiawanpenulis@gmail.comMuhammad Mufidpenulis@gmail.com<p>Tokoh filsuf Yunani kuno, Aristoteles, telah menghasilkan berbagai macam tulisan intelektual yang memberikan dampak signifikan terhadap perkembangan cara berpikir umat manusia. Para akademisi dan peneliti dari berbagai generasi terus mengkaji warisan intelektualnya. Dalam konteks diskusi mengenai konsep keadilan, Aristoteles menuangkan gagasannya melalui beberapa manuscript penting. Salah satu masterpiece yang secara khusus mengulas perihal keadilan dapat ditemukan dalam magnum opus berjudul "Etika Nikomakea". Melalui karyanya tersebut, pemikir besar ini mengidentifikasi dua kategori utama keadilan: pertama, keadilan distributif yang mengatur mekanisme alokasi resources secara proporsional, dan kedua, keadilan korektif yang berorientasi pada restorasi equilibrium dalam dinamika relasi masyarakat. Studi ini menganalisis gagasan fundamental serta klasifikasi keadilan dalam perspektif filosofi hukum yang dikembangkan oleh Aristoteles. Metodologi penelitian menggunakan paradigma kualitatif dengan model library research, sementara pendekatan yang diterapkan adalah filosofis-historis. Riset ini bertujuan untuk menggali informasi dan melakukan analisis secara simultan dengan melibatkan multiple sources sebagai referensi. Objektif dari penelitian ini adalah untuk memahami cara pandang Aristoteles terhadap konsep keadilan berdasarkan framework teoretis dan tipologi pemikirannya dalam kaitannya dengan sistem hukum Indonesia. Temuan penelitian mengindikasikan bahwa teori keadilan yang dirumuskan Aristoteles masih memiliki relevansi, meskipun terdapat disparitas kultural dan sosial antara konseptualisasi Aristoteles dengan realitas sistem hukum di Indonesia.</p>2025-06-28T00:00:00+07:00Copyright (c) 2025 Nusantara: Jurnal Pendidikan, Seni, Sains dan Sosial Humaniorahttp://journal.forikami.com/index.php/nusantara/article/view/967Atribut Hukum Dalam Pandangan Antropologi : Meneliti Jejak Budaya Dalam Sistem Hukum 2025-06-29T08:53:46+07:00Aditya Candraadityacandra261@gmail.com<p>Studi antropologi hukum menunjukkan bahwa hukum bukanlah sekadar aturan yang terpisah dari masyarakat, tetapi tumbuh dan berkembang seiring dengan budaya. Artikel ini mengulas berbagai aspek hukum, seperti norma, hukuman, kekuasaan, pengakuan, dan lambang, dari sudut pandang antropologi hukum. Dijelaskan juga bagaimana aspek-aspek tersebut terwujud dalam praktik hukum di tingkat lokal. Riset ini menggunakan metode kualitatif-deskriptif dengan studi literatur. Hasilnya mengungkap bahwa aspek hukum dalam sistem lokal cenderung sangat terkait dengan konteks budaya, lebih mengutamakan nilai-nilai budaya, serta lebih fokus pada keseimbangan dan perdamaian daripada pembalasan. Memahami aspek-aspek hukum melalui lensa antropologi dapat memperkaya diskusi hukum modern agar lebih relevan dengan konteks dan mampu menyesuaikan diri dengan perbedaan yang ada di masyarakat.</p>2025-06-29T00:00:00+07:00Copyright (c) 2025 Nusantara: Jurnal Pendidikan, Seni, Sains dan Sosial Humaniorahttp://journal.forikami.com/index.php/nusantara/article/view/889Analisis Yuridis terhadap Penyalahgunaan Visa Turis untuk Aktivitas Kerja Ilegal di Indonesia2025-06-11T07:57:20+07:00Valencia Marthavalencia.martha@student.pradita.ac.idFitrisia Gitapenulis@gmail.comMichelle Orlenapenulis@gmail.comRainer Collinpenulis@gmail.comFelix Effnypenulis@gmail.com<p><em>The misuse of tourist visas for illegal work activities has become an increasing issue in Indonesia, despite regulations explicitly prohibiting work under a visit visa. Law enforcement that prioritizes administrative actions such as deportation over criminal prosecution raises concerns about the effectiveness of the legal system. This study aims to analyze the legal framework and enforcement challenges regarding the misuse of tourist visas in Indonesia. The method used is a normative juridical approach through literature review of immigration regulations, scientific journals, and other relevant legal sources. The results show that although regulations are quite strict, implementation in practice remains weak and administrative in nature. The main causes of visa misuse include lack of legal awareness, economic pressure, and emergency conditions. This study recommends simplifying work visa procedures, enhancing inter-agency coordination, and imposing stricter sanctions as preventive measures to reduce similar violations in the future. </em></p>2025-06-12T00:00:00+07:00Copyright (c) 2025 Nusantara: Jurnal Pendidikan, Seni, Sains dan Sosial Humaniorahttp://journal.forikami.com/index.php/nusantara/article/view/926Eksistensi Hukum dalam Perspektif Filsafat: Antara Positivisme dan Naturalisme2025-06-18T11:42:47+07:00Said Anazifsaidanazif367@gmail.comMuhammad Fariz Aziz HSBpenulis@gmail.comGilang Ramadhanpenulis@gmail.com<p><em> </em><em>This article aims to comprehensively explore two main schools of thought in the philosophy of law, namely naturalism and positivism. Legal naturalism argues that legal principles originate from the cosmic order or intrinsic human character, not merely the result of social construction. This school of thought believes in the existence of universal laws that are eternal, which need to be revealed through reasoning, not engineered by humans. On the opposite side, legal positivism asserts that law is a product of human authority born from formal institutional decisions without having to be related to absolute morality or transcendent norms. A comparative analysis of these two perspectives reveals sharp contrasts in terms of philosophical premises, methodological approaches, and applicative consequences in legal practice. If naturalism offers an ethical basis for the legitimacy of law, positivism emphasizes a concrete operational framework in regulating society. These two paradigms have shaped the dialectic of legal thought for centuries, so that a holistic understanding of both is key to tracing the transformation of the global legal system and the complexity of its dynamics.</em></p>2025-06-23T00:00:00+07:00Copyright (c) 2025 Nusantara: Jurnal Pendidikan, Seni, Sains dan Sosial Humaniorahttp://journal.forikami.com/index.php/nusantara/article/view/958Relevansi Kewajiban Moral dalam Sistem Hukum: Perspektif Imperatif Kategoris Immanuel Kant2025-06-28T22:19:21+07:00Nadia Meilaniunknown.nadia@gmail.comKalmilah Maulana Yusuppenulis@gmail.com<p>Penelitian ini menganalisis relevansi kewajiban moral dalam membentuk sistem hukum yang adil dan bermartabat berdasarkan perspektif Imperatif Kategoris Immanuel Kant. Penelitian ini bertujuan untuk menguraikan bagaimana prinsip moral universal dapat membangun kesadaran hukum di masyarakat dan memperkuat keadilan, serta mendorong kepatuhan hukum yang didorong oleh kesadaran rasional dan etis. Metode yang digunakan adalah pendekatan kualitatif konseptual, dengan kajian pustaka sebagai sumber data sekunder. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kewajiban moral memperkuat sistem hukum yang adil, melindungi martabat manusia, dan mendorong kepatuhan hukum yang lebih mendalam. Kesimpulannya, integrasi prinsip moral Kant dalam hukum Indonesia dapat menciptakan tatanan hukum yang lebih berkeadilan dan bermartabat.</p>2025-06-29T00:00:00+07:00Copyright (c) 2025 Nusantara: Jurnal Pendidikan, Seni, Sains dan Sosial Humaniorahttp://journal.forikami.com/index.php/nusantara/article/view/979Permasalahan Pendidikan di Indonesia2025-07-01T10:34:51+07:00Valezka Farhahghinaa Hanggono063002400031@std.trisakti.ac.idKania Nasha Auliapenulis@gmail.comDerrysta Ayu Muhtadipenulis@gmail.comNaia Putri Adityapenulis@gmail.comJaneeta Naila Santosapenulis@gmail.com<p>Indonesia's education system faces various complex challenges that affect the quality and equity of learning outcomes. Some of the main issues include infrastructure gaps between regions, low teacher competence, lack of parental support, and policy changes that are not yet fully adaptive to student needs. This research aims to explore the root causes of educational problems in Indonesia and provide constructive suggestions based on secondary data. The method used is a literature review from scientific journals and official reports. The results show that improving education quality requires not only curriculum reform but also support from socio-economic aspects and active participation from the community and government.</p>2025-07-01T00:00:00+07:00Copyright (c) 2025 Nusantara: Jurnal Pendidikan, Seni, Sains dan Sosial Humaniorahttp://journal.forikami.com/index.php/nusantara/article/view/904Peran Media Sosial dalam Mempengaruhi Persepsi Publik Terhadap Perang Rusia - Ukraina 2025-06-13T11:41:22+07:00Cynthia Keishapenulis@gmail.comCyril Natasha Setiawancyril.natasha@student.pradita.ac.idStephanie Chandrapenulis@gmail.com<p>Konflik Rusia-Ukraina yang meningkat tajam pada Februari 2022 menjadi isu penting yang memengaruhi persepsi publik secara global. Media sosial memiliki peran utama dalam membentuk opini publik dengan memungkinkan penyebaran informasi secara cepat, termasuk disinformasi dan propaganda. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji bagaimana media sosial mempengaruhi persepsi publik terhadap perang Rusia-Ukraina melalui analisis kualitatif isi dari berbagai jurnal akademik, artikel berita, dan laporan penelitian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa media sosial memengaruhi opini publik melalui mekanisme framing, agenda setting, dan propaganda yang dapat memperkuat solidaritas maupun memperdalam polarisasi. Oleh karena itu, literasi media dan kesadaran kritis menjadi penting bagi pengguna media sosial dalam menghadapi kompleksitas informasi terkait konflik ini. Penelitian ini memberikan kontribusi dalam memahami peran ganda media sosial sebagai alat penyebaran informasi sekaligus medan perebutan narasi dalam konflik modern.</p>2025-06-14T00:00:00+07:00Copyright (c) 2025 Nusantara: Jurnal Pendidikan, Seni, Sains dan Sosial Humaniorahttp://journal.forikami.com/index.php/nusantara/article/view/943Liberalisme vs Komunitarianisme : Perdebatan tentang Hak Individu dan Konsep Komunal2025-06-26T07:33:55+07:00Salsabila Syahlaa Aqillahsalsabilasyaqillah@gmail.comRaisha Puti Azzahrapenulis@gmail.comAnanda Destiamanpenulis@gmail.comFitri Nova Arviantipenulis@gmail.com<p>Liberalisme dan komunitarisme merupakan dua pandangan politik yang sering menjadi perdebatan. Liberalisme lebih menekankan pada hak individu sedangkan komunitarisme menekankan pada nilai nilai sosial dan budaya masyarakat. Hal ini menjadikan isu isu sentral dalam filsafat politik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan membahas penerapan dalam kedua konsep yang dimana akan diterapkan pada kebijakan sosial di banyak negara, seperti hak hak pada kelompok minoritas, kebebasan untuk berekspresi dan peranan negara untuk mengatur masyarakat. Penelelitian ini menggunakan metode kajian pustaka dengan menganalisis berbagai pembahasan guna untuk memperoleh pemahaman yang lebih kompleks tentang bagaimana kedua konsep ini diterapkan dalam masyarakat. Hasil kajian menunjukkan bahwa liberalisme dan komunitarisme memiliki keunggulan dan tantangan masing-masing dalam penerapannya pada kebijakan sosial. Liberalisme menekankan kebebasan individu sebagai hak fundamental, yang tercermin dalam perlindungan hak asasi manusia, kebebasan berekspresi, dan kesetaraan. Namun, pendekatan ini sering dikritik karena kurang memperhatikan nilai-nilai komunitas dan tanggung jawab sosial. Sebaliknya, komunitarisme menekankan pentingnya komunitas sebagai landasan identitas individu dan mendukung kebijakan yang memperkuat solidaritas sosial serta nilai-nilai budaya lokal.</p>2025-06-28T00:00:00+07:00Copyright (c) 2025 Nusantara: Jurnal Pendidikan, Seni, Sains dan Sosial Humaniorahttp://journal.forikami.com/index.php/nusantara/article/view/965Konsep Keadilan Dalam Hukum Dan Moralitas Menurut Marcus Tullius Cicero: Relevansinya Terhadap Pemikiran Filsafat Hukum2025-06-29T08:41:42+07:00Farkhan Maulana Sidikfarhannmaulanaa07@gmail.comMuhammad Naufal Munggaranpenulis@gmail.comMohammad Alvi Pratamapenulis@gmail.com<p>Penegakan hukum di Indonesia masih menghadapi berbagai tantangan, seperti lemahnya integritas aparat hukum, ketimpangan akses keadilan, dan praktik korupsi yang merusak keadilan substantif. Hal ini menimbulkan pertanyaan tentang relevansi konsep keadilan dan hukum moral dalam sistem hukum modern. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji kontribusi pemikiran Marcus Tullius Cicero dalam bidang hukum, filsafat, dan retorika serta menilai relevansi konsep-konsep hukumnya dengan konteks penegakan hukum dan pendidikan hukum di Indonesia masa kini. Penelitian menggunakan metode kualitatif deskriptif dengan pendekatan filosofis-historis. Data dikumpulkan dari kajian pustaka berupa karya-karya Cicero dan literatur pendukung, kemudian dianalisis secara mendalam untuk memahami nilai-nilai etika dan hukum dalam konteks sejarah dan aplikasinya saat ini. Pemikiran Cicero menegaskan bahwa hukum harus didasarkan pada keadilan yang bersifat universal dan moralitas, bukan hanya aturan formal. Konsep hukum alam (natural law) yang dikembangkannya menekankan pentingnya akal dan prinsip moral sebagai landasan hukum. Cicero juga menekankan keadilan distributif dan komutatif sebagai pilar utama masyarakat yang harmonis. Dalam konteks Indonesia, gagasan ini sangat relevan sebagai pedoman dalam mengatasi persoalan integritas aparat hukum dan pembentukan karakter mahasiswa hukum. Pemikiran Marcus Tullius Cicero memberikan kerangka normatif dan etis yang penting untuk membangun sistem hukum yang adil dan berintegritas. Pendidikan hukum harus memasukkan nilai moral dan etika sebagai bagian integral agar menghasilkan profesional hukum yang bertanggung jawab dan mampu menegakkan keadilan substantif. Dengan demikian, penerapan konsep Cicero dapat membantu memperkuat penegakan hukum yang berkeadilan di Indonesia.</p>2025-06-29T00:00:00+07:00Copyright (c) 2025 Nusantara: Jurnal Pendidikan, Seni, Sains dan Sosial Humaniorahttp://journal.forikami.com/index.php/nusantara/article/view/887Fenomena Bullying di Dunia K-POP: Antara Fakta, Fitnah, dan Kontroversi2025-06-10T21:45:30+07:00Davina Beatrice Stanpodavina.beatrice@student.pradita.ac.idNaila Humaira Khansapenulis@gmail.comLivia Velisca Antonipenulis@gmail.comMarlyne Tanuwijayapenulis@gmail.comShawn Regis Santosopenulis@gmail.com<p>Fenomena bullying di dunia K-pop yang seringkali di sajikan sebagai kontroversi sebenarnya mencakup banyak informasi yang luas mulai dari fakta, fitnah, hingga isu-isu lainnya yang belum terkonfirmasi kebenarannya. Kontroversi ini sering kali menyebabkan ujaran kebencian terhadap pihak yang bersangkutan meski tidak diketahui kebenarannya, sehingga kerap terjadinya cyberbullying. Bullying sendiri adalah tindakan yang dilakukan berulang kali oleh individu atau kelompok yang menyebabkan terganggunya pihak yang diberikan tindakan tersebut. Tindakan bullying terbagi menjadi dua, langsung dan tidak langsung. Bullying secara langsung adalah tindakan yang dilakukan secara verbal maupun fisik langsung kepada korban, sedangkan bullying tidak langsung biasa dilakukan melalui media sosial maupun platform lainnya. Pengumpulan data yang digunakan dengan metode kualitatif dan pendekatan penelitian fenomenologis. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan mengetahui apa yang sebaiknya dilakukan jika tersebarnya rumor-rumor yang masih abu-abu, serta bagaimana dampak dari ujaran kebencian yang diberikan melalui media sosial. Hasil penelitian didapatkan dari analisis kasus skandal bullying Kim Garam, mantan member LE SSERAFIM oleh peneliti tentang bagaimana terjadinya kasus ini dan apa yang terjadi setelahnya.</p>2025-06-13T00:00:00+07:00Copyright (c) 2025 Nusantara: Jurnal Pendidikan, Seni, Sains dan Sosial Humaniorahttp://journal.forikami.com/index.php/nusantara/article/view/922Pengakuan Agama Lokal Dalam Konteks Hak Asasi Manusia: Tinjauan Filsafat Hukum di Indonesia 2025-06-18T11:28:22+07:00Dea Ameliadeaameliaaa.2305@gmail.comSekar Putri Utamipenulis@gmail.comHesti Juantipenulis@gmail.comRima Dwi Lestaripenulis@gmail.com<p><em>Freedom of religion is one of the human rights guaranteed by both national and international law. In Indonesia, this freedom is regulated by the 1945 Constitution, but in practice, there is still discrimination against followers of local religions that are not included in the six officially recognized religions by the state. This article reviews the reality of religious freedom in Indonesia, particularly in the context of local religions such as Ugamo Malim, Arat Sabulungan, and Kaharingan. Although they have strong belief systems and spiritual values, local religions are often only considered as cultural practices and do not receive equal treatment in legal and administrative aspects of citizenship. This results in limited access to civil rights, such as the inclusion of religion on ID cards, marriage registration, and other administrative matters. The state, in this case the government, has not fully demonstrated its commitment to justice and equality in ensuring religious freedom for all its citizens. Therefore, legal protection for local religious adherents is an important step in realizing an inclusive democracy that respects diversity as part of the nation's identity. Human Rights (HAM) are rights that are inherently attached to every individual without discrimination, including the right to freedom of religion guaranteed by the Indonesian constitution. However, the implementation of this right for local religious adherents in Indonesia still faces various challenges. This study highlights the gap between the human rights principles championed by Western thinkers such as John Locke and national figures like Prof. Notonagoro, and the discriminatory realities faced by local religious adherents such as Ugamo Malim, Arat Sabulungan, and Kaharingan. These three local religions face serious obstacles in the recognition of their religious identity in civil documents such as ID cards and marriage certificates, which affects other civil rights.</em></p>2025-06-23T00:00:00+07:00Copyright (c) 2025 Nusantara: Jurnal Pendidikan, Seni, Sains dan Sosial Humaniorahttp://journal.forikami.com/index.php/nusantara/article/view/956Pidana Mati Menurut Filsafat Keadilan2025-06-28T21:38:19+07:00Raissa Ramandhitapenulis@gmail.comArya Tirta Kusumapenulis@gmail.comDheana Aprilianidheanaapriliani164@gmail.com<p>Pidana mati sering dijadikan solusi untuk seseorang yang melakukan kejahatan berat, namun pidana mati juga memicu timbulnya perdebatan karena pidana mati di anggap melanggar hak asasi manusia. Hukuman mati atau pidana mati sering di anggap sebagai hukuman paling akhir untuk setiap kejahatan yang dilakukan karena banyak orang berpikir hukuman mati akan membuat para pelaku kejahatan merasa jera. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis bagaimana pidana mati dalam prespektif filsafat keadilan, dan metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode hukum normatif dengan menggunakan perundang-undangan, filsafat hukum dan studi literatur mengenai pidana mati menurut filsafat keadilan.</p>2025-06-28T00:00:00+07:00Copyright (c) 2025 Nusantara: Jurnal Pendidikan, Seni, Sains dan Sosial Humaniorahttp://journal.forikami.com/index.php/nusantara/article/view/972John Rawls: Filsafat Hukum 2025-06-29T09:26:13+07:00Intan Handayanisarasgarnita88@gmail.comSalira Niti Syarapenulis@gmail.comSarassati Garnitapenulis@gmail.comLaika Fisailillahpenulis@gmail.com<p><em> </em><em>John Rawls' theory of justice is one of the main pillars in modern political philosophy, especially in building a just and democratic social system. Through the concepts of “original position” and “veil of ignorance”, Rawls offers a normative framework for the birth of impartial principles of justice that uphold equality and basic freedoms. In the context of Indonesian society today, Rawls' theory of justice is relevant to overcome the high socio-economic inequality, as seen from the Gini ratio and unequal income distribution. This research uses a qualitative-descriptive approach with literature study as the main method, to examine the extent to which Rawls' principles of justice can be applied in public policies such as social assistance and the constitutional democratic system. Rawls' theory is not only an ethical foundation, but also an inclusive policy analysis tool in modern legal and constitutional systems.</em></p>2025-06-30T00:00:00+07:00Copyright (c) 2025 Nusantara: Jurnal Pendidikan, Seni, Sains dan Sosial Humaniorahttp://journal.forikami.com/index.php/nusantara/article/view/897Analisis Kasus Penganiayaan Karyawan oleh Pemilik Toko Roti di Cakung dari Perspektif Etika Profesionalisme2025-06-13T11:22:16+07:00thiery timothy muliawanthiery.timothy@student.pradita.ac.idMelvin Kilianpenulis@gmail.comNarado Nurhalimpenulis@gmail.comVanessa Luz Estrellapenulis@gmail.comMoses Alingo Laya;penulis@gmail.com<p><em>This study discusses the violation of professional ethics in the workplace through a case study of assault committed by the son of a bakery owner against an employee in Cakung. The case serves as a critical reflection on the abuse of power dynamics in the work environment and the lack of awareness regarding job boundaries and organizational structure. The research employs a qualitative method with a literature review and case study approach. The analysis focuses on dimensions of work ethics, the implementation of Standard Operating Procedures (SOP), and the clarity of employment contracts. The findings reveal that the perpetrator's actions not only breached legal norms but also violated core principles of professionalism such as integrity, responsibility, and respect for human dignity. This study underscores the importance of ethical awareness in workplace relationships, the urgency of clear SOP implementation, and the necessity for explicit employment agreements to foster a safe, fair, and professional work environment.</em></p>2025-06-23T00:00:00+07:00Copyright (c) 2025 Nusantara: Jurnal Pendidikan, Seni, Sains dan Sosial Humaniorahttp://journal.forikami.com/index.php/nusantara/article/view/939Dworkin Dan Tradisi Common Law :Implikasi Filosofis dan Praktis2025-06-26T07:12:22+07:00Muhamad Ibra Akbar Maulanapenulis@gmail.comTeguh Andi Nugraha221000144@mail.unpas.ac.idMochamad Arkan Rasyad Pashapenulis@gmail.comMuhammad Abid Sirajpenulis@gmail.com<p>Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pemikiran Ronald Dworkin tentang hukum sebagai integritas (law as integrity) dan mengevaluasi implikasi filosofis serta praktisnya dalam konteks sistem hukum Indonesia yang berakar pada tradisi civil law. Dworkin menolak pendekatan positivistik yang memisahkan hukum dari moralitas dan mengusulkan bahwa hakim harus menafsirkan hukum dengan mempertimbangkan prinsip-prinsip keadilan dan moral yang hidup dalam masyarakat. Dalam pandangannya, hak individu merupakan trump terhadap kebijakan publik dan harus dijunjung tinggi dalam setiap proses penegakan hukum. Meskipun Indonesia menganut sistem civil law, pengaruh tradisi common law terlihat melalui penggunaan yurisprudensi Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi, membuka ruang bagi penerapan pendekatan interpretatif Dworkin. Penelitian ini menggunakan metode studi kepustakaan dengan pendekatan kualitatif dan analisis deskriptif terhadap literatur sekunder. Hasil kajian menunjukkan bahwa penerapan pemikiran Dworkin dapat memperkuat peran hakim sebagai aktor moral dalam sistem hukum nasional. Namun, tantangan tetap ada, terutama pada sistem pendidikan hukum yang masih kaku dan positivistik. Oleh karena itu, diperlukan perubahan paradigma untuk menjadikan hukum Indonesia lebih adaptif, responsif, dan berkeadilan substantif.</p>2025-06-28T00:00:00+07:00Copyright (c) 2025 Nusantara: Jurnal Pendidikan, Seni, Sains dan Sosial Humaniorahttp://journal.forikami.com/index.php/nusantara/article/view/963Kritik Rasisme Dalam Studi Hukum Kritis2025-06-28T22:47:13+07:00Qeyla Syahla Adhistiantypenulis@gmail.comRisma Rahmawatirismar099@gmail.comMohammad Alvi Pratamapenulis@gmail.com<p>Critical Legal Studies (CLS) dan Critical Race Theory (CRT) merupakan pendekatan dalam filsafat hukum yang memandang hukum sebagai instrumen kekuasaan yang tidak netral. Penelitian ini mengkaji bagaimana rasisme struktural tetap dilanggengkan melalui sistem hukum Amerika Serikat, khususnya terhadap komunitas kulit hitam dan Asia-Amerika. Fokus utama kajian ini adalah analisis atas praktik diskriminasi dan ketidaksetaraan yang dilembagakan dalam hukum, serta respons teori hukum kritis terhadap permasalahan tersebut. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif dengan pendekatan kualitatif melalui studi literatur terhadap buku, jurnal, dan artikel hukum yang relevan. CLS mengkritik netralitas hukum yang semu dan bias terhadap kelompok dominan, sedangkan CRT mengungkap bagaimana hukum turut mereproduksi konstruksi sosial atas ras yang diskriminatif. Hasil kajian menunjukkan bahwa kasus-kasus seperti kematian George Floyd dan meningkatnya kekerasan terhadap warga keturunan Asia merupakan cerminan nyata dari kegagalan sistem hukum dalam menjamin keadilan rasial. Melalui lensa hukum kritis, penelitian ini menegaskan pentingnya reformasi struktural dalam sistem hukum dan penegakan HAM untuk menciptakan keadilan sosial yang inklusif dan berkelanjutan.</p>2025-06-30T00:00:00+07:00Copyright (c) 2025 Nusantara: Jurnal Pendidikan, Seni, Sains dan Sosial Humaniorahttp://journal.forikami.com/index.php/nusantara/article/view/882Upaya Peningkatan Kualitas Air Minum Isi Ulang di Kota dan Desa di Indonesia untuk Konsumsi yang Sehat dan Aman2025-06-07T16:41:17+07:00Willy Willywilly.1@student.pradita.ac.idDewa Restu Satriapenulis@gmail.comImanuel Jonatanpenulis@gmail.com<p>Ketersediaan air minum yang aman dan berkualitas merupakan isu krusial, terutama bagi masyarakat berpenghasilan rendah di perkotaan dan pedesaan yang bergantung pada air minum isi ulang. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi permasalahan kualitas air minum isi ulang, menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi, serta memberikan rekomendasi terkait upaya peningkatan kualitas air minum isi ulang yang ditujukan untuk konsumsi bagi masyarakat kota maupun pedesaan. Dalam zaman modern ini, penting untuk memahami bahwa air minum isi ulang tidak hanya berfungsi sebagai sumber hidrasi, tetapi juga berperan penting dalam kesehatan masyarakat. Masyarakat yang mengandalkan air minum isi ulang sering kali tidak memiliki akses yang memadai terhadap sumber air bersih dan aman, sehingga mereka terpaksa bergantung pada depot yang mungkin tidak memenuhi standar kesehatan. Penelitian ini juga mengidentifikasi bahwa kurangnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat mengenai pentingnya kualitas air minum berkontribusi pada masalah ini. Pengadaan kualitas air minum isi ulang bersih yang aman untuk dikonsumsi manusia harus memenuhi persyaratan yang sudah ditetapkan oleh pemerintah. Air minum isi ulang yang bersih dan aman untuk dikonsumsi apabila memenuhi parameter secara fisika, mikrobiologi, kimia dan radioaktif. Rekomendasi yang dihasilkan akan mencakup langkah-langkah konkret untuk meningkatkan pengawasan terhadap DAMIU (Depot Air Minum Isi Ulang), penerapan teknologi pengolahan yang lebih efisien dan ramah lingkungan, serta program edukasi bagi konsumen untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya memilih air minum yang aman. Dengan demikian, penelitian ini tidak hanya berkontribusi pada peningkatan kualitas air minum, tetapi juga pada kesehatan masyarakat secara keseluruhan.</p>2025-06-07T00:00:00+07:00Copyright (c) 2025 Nusantara: Jurnal Pendidikan, Seni, Sains dan Sosial Humaniorahttp://journal.forikami.com/index.php/nusantara/article/view/910Dilema Etis Penggunaan Kulit Hewan dalam Industri Fashion dan Dampaknya Terhadap Lingkungan2025-06-13T11:59:50+07:00Kezia Anastasia Halimkezia.anastasia@student.pradita.ac.idClarista Desmonda Christypenulis@gmail.comKartikaning Tyaspenulis@gmail.comAqila Nailatul Kautsarpenulis@gmail.comRadja Raya Yaputrapenulis@gmail.com<p>Penelitian ini membahas dilema etis penggunaan kulit hewan, khususnya kulit buaya yang dimanfaatkan oleh merek fashion Hermes, serta dampaknya terhadap lingkungan. Masalah utama yang diangkat adalah pertentangan antara etika hewan yang menilai pemanfaatan kulit hewan sebagai tindakan tidak etis dan etika lingkungan yang menentang karena dampak negatif produksi kulit terhadap ekosistem. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji mengenai pandangan etika hewan dan etika lingkungan terkait penggunaan kulit buaya dalam produk fashion. Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif deskriptif, dengan pendekatan yang meneliti kondisi alami objek studi melalui pengumpulan data. Pendekatan ini memungkinkan peneliti memperoleh gambaran mendalam mengenai persepsi dan argumen etis terkait penggunaan kulit hewan dan dampaknya terhadap lingkungan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari sudut pandang etika hewan, pemanfaatan kulit hewan seperti kulit buaya dianggap tidak etis karena melibatkan penderitaan dan kematian hewan yang tidak perlu. Sementara itu, etika lingkungan menentang praktik ini karena proses produksi kulit hewan menyumbang pencemaran lingkungan, penggunaan bahan kimia berbahaya, serta kerusakan ekosistem. Kedua perspektif ini menegaskan perlunya evaluasi ulang terhadap praktik penggunaan kulit hewan dalam industri fashion demi keberlanjutan dan penghormatan terhadap kesejahteraan makhluk hidup. Kesimpulannya, dilema etis penggunaan kulit hewan dalam produk fashion seperti yang dilakukan Hermes tidak hanya bertentangan dengan prinsip etika hewan tetapi juga berdampak negatif terhadap lingkungan.</p>2025-06-14T00:00:00+07:00Copyright (c) 2025 Nusantara: Jurnal Pendidikan, Seni, Sains dan Sosial Humaniorahttp://journal.forikami.com/index.php/nusantara/article/view/953Pengaruh Perubahan Kurikulum Merdeka terhadap Strategi dalam Ketahanan Nasional2025-06-28T12:44:56+07:00Nasywa Fauzianasywafauzia13@gmail.comDevina Nathania Witojopenulis@gmail.comIndah Aprilia Maulidahpenulis@gmail.comNazwa Dwi Hartantipenulis@gmail.comNasywa Fauziapenulis@gmail.comJessica Yuliana Pinangkaanpenulis@gmail.com<p><em> </em><em>Education affects the quality of human resources in a country. Every applicable education requires a curriculum. Curriculum changes must be dynamic and progressive according to the times. This research is motivated by the changes in the independent curriculum whose implementation is significantly different from the previous curriculum. Curriculum changes involve several aspects, namely the government, teachers, and students. Therefore, this research aims to find out how the independent curriculum affects student learning outcomes. The data in this study is based on written sources such as journals and books with relevant topics. The independent curriculum change has positive and negative impacts on student learning outcomes. The positive impacts are helping students learn independently, improving analytical skills in numeracy and literacy modules, strengthening the Pancasila profile which aims to foster a sense of nationalism, and adjusting to the times. Meanwhile, the negative impact is that the implementation of the independent curriculum has not been fully implemented properly and evenly and the decline in learning motivation. Based on analysis of several sources, student learning outcomes have improved after the implementation of the independent curriculum. In changing the curriculum, the government should ensure that all schools have equitable facilities so that the implementation runs well and accurately.</em></p>2025-06-28T00:00:00+07:00Copyright (c) 2025 Nusantara: Jurnal Pendidikan, Seni, Sains dan Sosial Humaniorahttp://journal.forikami.com/index.php/nusantara/article/view/970HAK DAN KEWAJIBAN DALAM PERSPEKTIF HUKUM ALAM: ANALISIS PEMIKIRAN HUGO GROTIUS2025-06-29T09:17:12+07:00anggita shaina octovaanggitashaina21@gmail.comNabila Destamipenulis@gmail.comRaihan Fadhlanpenulis@gmail.com<p><em> </em><em>This study aims to articulate the position of Natural Law Theory within the framework of International Law, which is regarded by the international community as a binding legal order. Furthermore, it explores the ethical and moral foundations that underpin the recognition and acceptance of international law by global society. Employing a normative juridical approach, this research examines how the principles of natural law, particularly those developed by Hugo Grotius, may serve as a foundational basis for the formulation of legal norms governing both social and international relations. The findings reveal that Grotius' philosophical framework underscores the existence of inherent human rights and the corresponding obligation to respect those rights as essential to maintaining harmony within societies and fostering peaceful relations among nations. </em></p>2025-06-30T00:00:00+07:00Copyright (c) 2025 Nusantara: Jurnal Pendidikan, Seni, Sains dan Sosial Humaniorahttp://journal.forikami.com/index.php/nusantara/article/view/892Analisis Pelanggaran Etika dari Perspektif Hubungan Keluarga Terkait Kasus Seorang Polisi Wanita yang Membakar Suaminya2025-06-11T08:12:17+07:00Florencia Jessica Firmandiraflorencia.jessica@student.pradita.ac.idJessica Marcellinapenulis@gmail.comSyaphira Dhiya Ulhaqpenulis@gmail.comJanice Eugeniapenulis@gmail.comClara Leina Putripenulis@gmail.com<p>sepasang suami istri yang seharusnya saling menghormati dan mengutamakan nilai kasih demi mencapai hubungan yang harmonis, sayangnya, sering sekali terjadi kasus kekerasan dalam rumah tangga, dimana korbannya bukan hanya perempuan tetapi juga laki-laki. Hal itu dapat dipicu berbagai faktor, salah satunya yakni masalah kesulitan ekonomi, seperti yang terjadi pada kasus seorang polisi wanita yang membakar suaminya yang kecanduan berjudi online dengan menggunakan uang keluarga. Maka dari itu, tujuan penelitian ini adalah memahami bagaimana tindakan individu yang sesuai moral menurut teori keutamaan, tanggung jawab suami istri dalam keluarga serta hubungan timbal balik antara suami dan istri. Penelitian menggunakan metode kualitatif dengan jenis penelitian studi pustaka. Kasus kekerasan dalam rumah tangga yang dilakukan oleh polwan kepada suaminya menggambarkan persoalan etika keutamaan (virtue ethics), etika hubungan dan etika keluarga.</p>2025-06-13T00:00:00+07:00Copyright (c) 2025 Nusantara: Jurnal Pendidikan, Seni, Sains dan Sosial Humaniorahttp://journal.forikami.com/index.php/nusantara/article/view/936Ekonomi Dan Keadilan Sosial: Telaah Pemikiran Karl Marx Dalam Konteks Kapitalisme Modern2025-06-24T23:41:01+07:00Naya Adeliana Davinadila Putri Kusdiananaya.adeliana@gmail.comSatria Cakra Nugrahapenulis@gmail.comRizal Aziz Mahendrapenulis@gmail.comMohammad Alvi Pratamapenulis@gmail.com<p>Kapitalisme sebagai sistem ekonomi dominan pada era modern telah memicu perdebatan panjang tentang keadilan sosial. Permasalahan yang muncul berkaitan dengan ketimpangan pendapatan, eksploitasi tenaga kerja, dan keterasingan manusia dalam sistem produksi global. Tulisan ini bertujuan untuk menelaah pemikiran Karl Marx dalam mengkritisi kapitalisme serta relevansinya dalam konteks kapitalisme modern. Metode penelitian yang digunakan adalah studi pustaka (library research) dengan pendekatan kualitatif-deskriptif. Data diperoleh dari literatur klasik dan modern mengenai pemikiran Marx dan perkembangan kapitalisme kontemporer. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Marx memandang kapitalisme sebagai sistem yang secara struktural menciptakan ketimpangan melalui eksploitasi nilai lebih yang dihasilkan oleh kelas pekerja (Marx, 1867/1992). Marx juga menekankan konsep keterasingan (alienation) sebagai akibat dari sistem produksi yang memisahkan manusia dari hasil kerjanya dan dari sesama manusia (Marx, 1844/2007). Dalam kapitalisme global saat ini, kritik Marx tetap relevan mengingat masih maraknya eksploitasi buruh, monopoli kekayaan oleh segelintir elite, serta ketimpangan distribusi sumber daya (Piketty, 2014). Meskipun solusi Marx berupa sosialisme dan komunisme menuai kritik praktis dan ideologis (Hayek, 1944), gagasannya tentang keadilan sosial tetap menjadi landasan penting dalam diskusi mengenai sistem ekonomi yang adil. Kesimpulannya, pemikiran Marx memberikan kerangka kritis yang tajam untuk menganalisis ketidakadilan dalam kapitalisme modern dan menawarkan refleksi penting dalam merumuskan agenda keadilan sosial yang berkelanjutan.</p>2025-06-28T00:00:00+07:00Copyright (c) 2025 Nusantara: Jurnal Pendidikan, Seni, Sains dan Sosial Humaniorahttp://journal.forikami.com/index.php/nusantara/article/view/961Hukum Positivisme: Analisis Pemikiran Hans Kelsen Tentang Grundnorm2025-06-28T22:37:30+07:00Syahrul Fauzan Putra Rinaldipenulis@gmail.comLyestie Marlya Anggrainylyestiemarlyaaaa@gmail.comCindy Livia Malvapenulis@gmail.comTiara Desita Saripenulis@gmail.comMohammad Alvi Pratamapenulis@gmail.com<p>Penelitian ini mengkaji pemikiran Hans Kelsen dalam kerangka hukum positivisme, dengan fokus pada konsep norma hukum yang menjadi inti dari The Pure Theory of Law. Masalah yang diangkat adalah bagaimana Kelsen memandang hukum sebagai sistem norma yang murni, bebas dari pengaruh moral, politik, dan sosial, serta bagaimana struktur norma tersebut tersusun secara hierarkis melalui teori Stufenbau dan berlandaskan pada norma dasar yang disebut Grundnorm. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis secara mendalam konsep-konsep tersebut guna memberikan pemahaman yang komprehensif tentang sistem hukum menurut Kelsen. Metode yang digunakan adalah metode kualitatif dengan pendekatan historis dan jenis penelitian studi literatur. studi kepustakaan dengan pendekatan normatif dan filosofis, yang mengkaji literatur primer dan sekunder terkait teori hukum Kelsen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Kelsen memandang hukum sebagai ilmu normatif yang harus dipisahkan dari aspek non-hukum seperti moral dan politik, sehingga hukum dapat dipelajari secara objektif dan sistematis. Norma hukum tersusun dalam hierarki (Stufenbau), di mana norma yang lebih rendah memperoleh validitasnya dari norma yang lebih tinggi, hingga mencapai puncak hierarki yaitu Grundnorm, sebuah norma dasar hipotetis yang menjadi sumber legitimasi seluruh norma hukum. Teori ini menolak konsep hukum sebagai perintah atau campuran nilai psikologis, dan menegaskan hukum sebagai sistem norma yang koheren dan konsisten. Kesimpulan penelitian ini menegaskan bahwa pemikiran Kelsen memberikan kerangka konseptual yang kuat bagi pemahaman hukum positif sebagai sistem norma yang berjenjang dan otonom, dengan Grundnorm sebagai fondasi utama yang menjamin kepastian dan keteraturan hukum.</p>2025-06-30T00:00:00+07:00Copyright (c) 2025 Nusantara: Jurnal Pendidikan, Seni, Sains dan Sosial Humaniorahttp://journal.forikami.com/index.php/nusantara/article/view/874Dampak Pencemaran Tanah Terhadap Produktivitas Pertanian2025-05-29T12:38:33+07:00Given limgiven@student.pradita.ac.idHengkypenulis@gmail.com<p><span style="font-weight: 400;"><span style="vertical-align: inherit;"><span style="vertical-align: inherit;"><span style="vertical-align: inherit;">Pencemaran tanah menjadi salah satu tantangan lingkungan utama yang berdampak langsung terhadap sektor pertanian. Akumulasi bahan-bahan kimia berbahaya seperti logam berat, residu pestisida, dan limbah industri menyebabkan penurunan kesuburan tanah dan terganggunya ekosistem mikroba, yang pada akhirnya menurunkan produktivitas hasil pertanian. Kajian ini bertujuan untuk mengidentifikasi sumber utama pencemaran tanah, menganalisis dampaknya terhadap produktivitas pertanian, serta menyusun strategi mitigasi yang dapat diterapkan secara berkelanjutan. Penelitian ini menggunakan metode studi pustaka dengan menelaah berbagai literatur ilmiah dan data sekunder dari lembaga terpercaya. Hasil kajian menunjukkan bahwa pencemaran kimia, biologi, dan fisik pada tanah menyebabkan gangguan metabolisme tanaman, degradasi struktur tanah, serta kerusakan komunitas mikroorganisme tanah. Strategi seperti penggunaan pupuk organik, pestisida nabati, pengelolaan limbah, konservasi tanah, dan penerapan teknologi pertanian presisi terbukti efektif dalam menekan dampak polusi serta meningkatkan produktivitas lahan. Penelitian ini tentang pentingnya pendekatan terpadu untuk menjaga ketahanan pangan melalui pengelolaan tanah yang ramah lingkungan.</span></span></span></span></p>2025-06-07T00:00:00+07:00Copyright (c) 2025 Nusantara: Jurnal Pendidikan, Seni, Sains dan Sosial Humaniorahttp://journal.forikami.com/index.php/nusantara/article/view/907Etika Berkritik Dalam Penggunaan Komentar Di Media Sosial Pada Platform Tiktok2025-06-13T11:53:18+07:00Roselina Fumi Adhitamaroselina.fumi@student.pradita.ac.idArsillana Nurmuhsinapenulis@gmail.comDifa Rizky Aulia Kadarpenulis@gmail.com<p>Penelitian ini membahas etika berkomentar dalam penggunaan media sosial, khususnya pada platform TikTok yang saat ini menjadi salah satu media sosial paling populer di kalangan masyarakat, terutama generasi muda. Fenomena komentar negatif, ujaran kebencian, dan perilaku tidak etis lainnya kerap ditemukan dalam interaksi pengguna di kolom komentar TikTok. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana pengguna memahami dan menerapkan etika berkomentar dalam aktivitas daring mereka. Dengan menggunakan pendekatan kualitatif dan metode studi pustaka, hasil penelitian menunjukkan bahwa meskipun TikTok menyediakan ruang berekspresi yang luas dan kreatif, masih banyak pengguna yang belum memahami pentingnya menjaga etika dalam berkomunikasi digital. Oleh karena itu, diperlukan edukasi digital yang berkelanjutan agar interaksi di ruang digital dapat berlangsung secara bijak, sopan, dan bertanggung jawab.</p>2025-06-14T00:00:00+07:00Copyright (c) 2025 Nusantara: Jurnal Pendidikan, Seni, Sains dan Sosial Humaniorahttp://journal.forikami.com/index.php/nusantara/article/view/946Kepatuhan terhadap hukum : Apa yang bisa dipelajari dari keputusan Socrates untuk tidak melarikan diri2025-06-26T07:50:01+07:00Najma Allifanajma.allifa01@gmail.com2Hemas Hasna Fadhilahpenulis@gmail.comMelishapenulis@gmail.com<p>Penelitian ini membahas pandangan filsuf Yunani Klasik, Socrates, terkait hubungan antara kewajiban moral dan kewajiban hukum dalam konteks pendidikan etika dan negara hukum modern. Melalui pendekatan kualitatif berbasis studi pustaka, penelitian ini menyoroti bagaimana Socrates mengedepankan kebajikan, integritas, dan akal sehat sebagai dasar kehidupan bermoral. Dalam dialog Crito, ia menunjukkan kepatuhan mutlak terhadap hukum sebagai bentuk penghormatan terhadap negara, sedangkan dalam Apology, ia justru mengkritik hukum yang tidak adil, mencerminkan paradoks antara kepatuhan hukum dan suara moral internal. Pandangannya mengajarkan bahwa kepatuhan hukum bukan semata-mata untuk menghindari sanksi (compliance), tetapi juga dapat didorong oleh kesadaran moral (internalization) dan identifikasi sosial (identification). Socrates tidak hanya mempertahankan kebebasan berpikir di tengah ancaman kekuasaan, tetapi juga menolak melarikan diri dari hukuman mati sebagai bentuk tanggung jawab moral. Kajian ini menyimpulkan bahwa pemikiran Socrates relevan untuk mengajarkan nilai-nilai hukum, etika, dan kebebasan dalam konteks pendidikan, serta memperkuat kesadaran bahwa hukum seharusnya menjadi instrumen keadilan, bukan alat kekuasaan. Integritas Socrates menjadi simbol perlawanan terhadap relativisme moral dan penindasan intelektual, yang masih relevan di era modern.</p>2025-06-28T00:00:00+07:00Copyright (c) 2025 Nusantara: Jurnal Pendidikan, Seni, Sains dan Sosial Humaniorahttp://journal.forikami.com/index.php/nusantara/article/view/968Legal Pragmatism And The Illusion Of Neutrality In The Deconstruction Of Economic Fundamentalism In Richard Posner's Thought 2025-06-29T09:07:21+07:00Dwita Azzahra Nur Prawiradwitaazzahra88@gmail.comHanifah Putri Pertiwipenulis@gmail.comMohammad Alvi Pratamapenulis@gmail.com<p><em>This article examines Richard A. Posner's thoughts on the relationship between law analyzed through economics, especially on how the approach of legal pragmatism and economic fundamentalism can create the illusion of legal neutrality according to Richard Posner's thoughts in his book entitled Economic Analysis of Law. In his book, Posner places efficiency as the main benchmark in evaluating legal rules, but this approach is considered to have the potential to ignore moral values, social justice, and historical and cultural contexts in legal practice that cannot be ignored. The study was conducted using a qualitative approach and literature study of Posner's works and other supporting scientific works. The results of the study show that although Posner succeeded in providing an evaluative framework based on economic rationality for the legal system, this Economic Approach to Law tends to side with the interests of high-income groups and is not completely neutral if applied without deep analysis. Posner himself eventually began to criticize his approach and opened up space for a more contextual and multidisciplinary perspective in understanding the law. The economic approach remains relevant, but it needs to be balanced with social and ethical considerations so that the law does not lose its essence as a guardian of justice.</em></p>2025-06-30T00:00:00+07:00Copyright (c) 2025 Nusantara: Jurnal Pendidikan, Seni, Sains dan Sosial Humaniora